KESURUPAN (Chapter 1)/ Semangkuk Bakso Persahabatan

January 30, 2017 Add Comment
KESURUPAN

Author: @paizinpalmap di Wattpad  ^_^
-----Persahabatan bukan soal untung-rugi.


kesurupan (part1)/wattpad/paizinpalmap


#CHAPTER 1
Semangkuk Bakso Persahabatan
"PERSAHABATAN" dapat terjalin dalam berbagai cara. Bahkan jika itu adalah cara yang paling aneh sekalipun, atas nama persahabatan itu tetap di legalkan. Dan apa yang akan terjadi beberapa saat lagi akan menjadi bukti bahwa persahabatan dapat terjalin dalam situasi baik ataupun buruk, normal ataupun aneh.

Saat itu, di kantin SD yang akan menjadi tempat dimana cerita ini di mulai. Di salah satu meja, dua anak laki-laki tengah menyantap semangkuk bakso. Ada perbedaan yang kentara sekali diantara mereka pada saat itu, meskipun pada dasarnya mereka berada dalam situasi yang sama: Hari pertama masuk SD.

Sementara anak yang disebelahnya mengunyah baksonya dengan tersedu-sedu, Doni dengan percaya diri tampak sangat menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya. Dia anak yang cenderung gampang bergaul, tak pernah pilih-pilih teman. Bahkan dia sering main lompat tali sama anak perempuan di kompleks tanpa harus jadi tersesat dalam menentukan jenis kelaminnya.

Beberapa waktu yang lalu dia juga sempat menyapa anak kelas tiga, "Apa kabar, Coy? Tadi pagi minum susu, kan?"

"Ha..?" kata anak kelas tiga yang disapa, heran.

"Susu bubuk, susu cair, atau susu kental manis , Bro?" tanya Doni sok asyik.

Anak kelas tiga itupun lari. Mungkin menanyakan jenis susu yang dikonsumsi adalah topik yang cukup tabu bagi umur-umur anak SD. Atau mungkin Doni sudah bergaul dengan cara yang salah....

Anak laki-laki disebelah Doni masih menangis. Entah sudah berapa banyak air matanya masuk kedalam mangkuk baksonya, sebelum akhirnya tersentak ketika bel masuk berdering. Dia memandangi sekelilingnya, mengamati murid-murid yang berlari ke dalam kelas. Sesaat dia tampak hendak melakukan apa yang dilakukan kebanyakan murid, tetapi ketika kesadarannya kembali, ketika kekagetannya sirna, ingatan tentang rumah kembali terngiang dan diapun duduk kembali. Dia terlalu sedih untuk berdiri kembali, terlalu sedih untuk menghadapi agenda kelas yang terasa mengerikan baginya. Sama halnya dengan Doni, yang ternyata memilih untuk diam di tempat seraya menyantap semangkuk baksonya yang tak kunjung habis, namun dengan wajah yang cerah serta alasan yang jelas berbeda.

Sebenarnya hal ini sudah Doni pertimbangkan sejak tadi. Sejak awal datangnya waktu istirahat sebenarnya dia sudah membuat rangkaian kegiatannya sendiri. Dia sudah punya rencana yang akan terlaksana persis ketika mangkuk baksonya kosong, dan sebentar lagi, tepatnya tak lebih dari lima suap, dia akan berdiri. Dia sangat yakin bahwa satu-satunya kegiatan yang akan dia lakukan di kelas adalah perkenalan, seperti beberapa jam yang lalu, dan baginya itu tidaklah lebih baik ketimbang menelusuri setiap jengkal halaman sekolah, ataupun melewati koridor sendirian dan kemudian tersesat, lalu panik.

Saking semangatnya memikirkan apa-apa saja yang akan dia lakukan setelah mangkuk baksonya habis, Doni menambahkan sesendok penuh cabe rawit meskipun sebelumnya dia sudah menaruh satu sendok penuh cebe rawit ke dalam mangkuk baksonya. Saking sedihnya memikirkan waktu pulang yang masih sangat lama, anak laki-laki yang duduk di sebelah Doni mengunyah baksonya perlahan-lahan, lalu semakin pelan dan lebih pelan lagi. Sesungguhnya dia seperti halnya kebanyakan anak kecil yang tak siap menghadapi lingkungan sekolah, namun lebih melankolis.

Doni menatap mangkuk baksonya. Sebentar lagi..... Tinggal tiga suap lagi dan petualangan besarnya bisa dimulai..... Peduli amat dengan acara perkenalan antar murid baru. Toh nantinya mereka juga akan kenal sendiri seiring berjalannya waktu. Saat ini ada petualangan besar yang sedang menunggu, dan dia sudah tak sabar untuk.....

"Dia kenapa? Kamu apain dia...?" tanya mamang bakso, yang mendadak muncul dengan tampang setengah panik.

Doni pasti sangat bingung jika saja tak menoleh ke samping, dan terkejut menyaksikan apa yang terjadi pada anak laki-laki di sampingnya. Doni hampir pasti tak pernah melihat pemandangan seperti ini. Dia sangat kaget!!. Dia kaget mengetahui kalau ternyata seseorang sedang kejang-kejang sementara ia asyik dalam pikirannya sendiri.

"Kamu ngasih racun ya...? Iya kan..!" tuduh mamang bakso, menunjuk mangkuk bakso anak laki-laki yang kejang-kejang. "Ngaku..!!"

Bukan salah siapa-siapa kalau tak ada yang sadar bahwa anak laki-laki yang kejang itu sebenarnya kesurupan. Wajahnya lebih mirip orang keracunan daripada kesurupan.

"Saya gak ngelakuin apa-apa." kata Doni, memandang heran anak laki-laki disampingnya. Anehnya anak laki-laki itu menatap balik, meski kepalanya godek-godek.

"Lihat, kan! Kamu lihat kan tatapan matanya!" kata mamang bakso, yakin. "Anak ini mulutnya emang gak bisa dipake.... Tapi matanya masih bisa menunjukan siapa pelakunya. Dan pelakunya adalah...."

Tiba-tiba anak laki-laki di samping Doni menatap mamang bakso. Kepalanya masih godek-godek.

"Harusnya saya sadar sejak tadi," ujar mamang bakso serius. "Ini lebih serius dari dugaan saya...." dia berputar-putar di tempat, matanya menyipit tajam memperhatikan Doni. "Racun yang kamu gunakan memberikan efek halusinasi dan membuat hilangnya kontrol diri. Dalam hal ini kita tidak bisa mempercayai gerakan tubuh korban.... Racun jenis apa yang kamu gunakan? Ngaku!!!"

"Saya gak ngelakuin apa-apa," jawab Doni ogah-ogahan. Dia masih terlalu kecil untuk memahami tuduhan dari mamang bakso. Yang dia tahu adalah, dia harus segera pergi. Terserah mau itu dikelas atau di luar kelas, yang pasti bukan di kantin.

"Jadi kamu nuduh saya? Jadi kamu mau nuduh kalau saya yang ngeracunin? Maksud kamu bakso bikinan saya beracun? Asal kamu tahu, saya sudah lama banget gak pake yang namanya 'formalin'! Dan sudah enam bulan semenjak terakhir saya pake daging tikus! Saya pake daging ayam sekarang. Da-Ging A-Yam !"

Doni memandang ngeri kepada mamang bakso.

"Jadi.... Ada banyak yang harus kamu jelasin," desis mamang bakso dengan nada mengancam, matanya menyipit tajam dari seberang meja. "Terutama sama orang tua anak ini...."

Persis ketika mamang bakso menunjuk anak laki-laki di samping Doni, tiba-tiba anak laki-laki itu menepuk bagian pinggir mangkuk baksonya dan tumpah mengenai wajahnya. Doni panik, buru-buru dia menyeka wajah anak laki-laki itu dengan tangannya dan ajaibnya....

"Kamu harus jelasin sama orang tua anak ini, kenapa anaknya bisa.... Sembuh. Kamu gak ngeracunin dia...."

Mamang bakso nyengir, kemudian pergi.

"B-b-bakso.... B-baksonya," rengek anak laki-laki di samping Doni, menunjuk mangkuk baksonya yang kosong.

Doni menghela napas panjang. Tangan gemuknya menyodorkan mangkuk baksonya kesamping, tepat ke arah anak laki-laki disampingnya. Dia tersenyum saat mangkuk baksonya diterima.

"P-p-pedas," kata anak laki-laki disamping Doni. Dia menangis.

"Tadi pake cabe rawit," balas Doni seraya terkekeh, "dua sendok penuh."

Dan sejak saat itu sesuatu yang baru dimulai. Mereka tidak tahu bahwa takdir akan mengikat mereka lebih erat dari yang bisa dibayangkan, bahkan oleh seorang pengkhayal sekalipun. Dan Doni tal sadar kalau yang dia tawarkan bukanlah semangkuk bakso, ataupun semangkuk sisa bakso, melainkan persahabatan.

********** Chapter 2 Selanjutnya ***********
Quote: "Dunia ini tak sesederhana seperti yang kau percayai. Dunia tidak hanya bisa diisi oleh kejadian yang hanya ada di kepalamu."
daftar isi:

*Jika Anda menyukai artikel di Blog ini… atau buat Anda yang gak mau ketinggalan cerita menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’. Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit di Blog Dreaming Galaxy.


#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri­__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#
Thank's For Reading This Article ^^

Share in Facebook

Yang Sedang Dibaca Orang-orang

Ikuti fanspage Dreaming Galaxy ID ^-^