KESURUPAN (4)
Author:
@paizinpalmap di Wattpad ^_^
PERHATIAN:
(Sebelum Membaca Artikel Ini)
Kalau kamu
belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan chapter1/ Kesurupan chapter 2 / Kesurupan chapter 3 .
Ok, happy
reading guys!! ^-^
#CHAPTER
4
Mbah Sugeng
HANYA dalam
beberapa hari desas-desus mengenai Andi menyebar. Sekarang kemungkinan untuk
menjadi populer sirna. Andi mendapat julukan 'Andi Pengebiri'. Tiap murid
laki-laki yang secara tak sengaja ditemuinya hampir pasti menutup selangkangannya, berusaha menjaga sesuatu
yang pantas dijaga. Pada minggu pertama Doni dan Andi sukses menjadi anak yang
paling dihindari. Dalam artian lain: Dikucilkan.
"Salah
kita apa?" , protes Andi.
"Mungkin
kita terlalu istimewa untuk mereka, " balas Doni. Dia memandang setiap
murid laki-laki yang menutupi selangkangannya.
"Gue
capek kayak gini terus. Gue capek kesurupan terus. Gue cuma mau jadi
normal...."
Doni hanya
mengangguk, kali ini dia tak punya apa-apa untuk dikatakan. Sama dengan Andi,
yang tak punya apa-apa untuk diharapkan. Dia sudah menurunkan targetnya.
Menjadi normal rasanya sudah luar bisaa.
"Mau
ikut gak?" kata Andi.
"Ke
mana?"
"Ke WC,
gue mau pipis. Pipis. Pipis.... Pipis, pipis, pipis, pipis, pipis," kata
Andi terus begitu dengan nada yang konsisten. Makhluk yang merasukinya
sepertinya belum pernah pipis seabad.
"Bisa
gak sih ngomong lain selain pipis! "
Hening
sejenak. Andi, atau entah siapa nama makhluk yang merasuki Andi, jatuh terduduk
di lantai. Tapi kemudian dia tersenyum.
"Kencing....
Pipis, kencing, pipis, kencing, pipis," ucap Andi terus menerus, dan di
ulang tanpa berhenti.
Setengah
jengkel Doni mengambil semprotan air garam dari sakunya, menyemprotkannya ke
wajah Andi dan mengusap alisnya. Seperti yang sudah-sudah, kesadaran Andi
kembali.
"Gue
kesurupan lagi?" tanya Andi.
Doni
mengangguk lemah.
"Bahkan
gue gak bisa pipis dengan tenang---yah, bocor deh...."
*******************
Masalah
hadir untuk jawaban. Terkadang banyak dari kita yang melupakan hal itu. Banyak
dari kita dengan pasrah menganggap suatu masalah tak akan terpecahkan, abadi,
dan beranak-pinak. Barangkali sebenarnya jawaban dari masalah itu ada di dekat
kita, hanya saja terinjak, berada di bawah kali kita tanpa disadari. Dan dalam
kesempatan ini, tepatnya di koridor sekolah persis setelah pelajaran terakhir
selesai, jawaban dari permasalahan Andi tepat berada dibawah kakinya, atau
setidaknya begitulah yang tertulis pada selebaran :
"MENGATASI
MASALAH TANPA MASALAH"
Anda punya
masalah? Atau anda dianggap biang masalah? Silakan hubungi MBAH SUGENG :
085XXXXXXX
"Mungkin
ini jawaban dari masalah kita!" satu Andi.
"Mungkin,"
jawab Doni ragu.
"Kenapa
gak coba hubungi aja nomornya?"
Andi tak
menjawab. Tapi dari matanya menunjukkan bahwa dia jelas tergoda. Dia segera
menghubungi Mbah Sugeng.
"Gak
dijawab, Don,"
"Mungkin
dia lagi menyelesaikan banyak masalah. Coba hubungi terus."
Sekali lagi
Andi mencoba menghubungi mbah sugeng, namun gagal. Andi terus mencoba tanpa
henti, dan akhirnya berhasil ketika mereka tiba di luar gerbang. Yang didengar
pertama kali adalah suara yang
bersahabat, lengkap dengan intonasi dari orang yang terbisaa
mengiklankan diri------secara garis besar mirip suara call center,
"Mengatasi masalah tanpa masalah. Dengan Mbah Sugeng di sini."
"Saya
Andi." tiba-tiba Doni menarik lengan Andi, kemudian menunjuk pria yang
membagi-bagikan selebaran. "Jangan sekarang, Don," bisiknya.
"Wah,
kamu punya aura yang bagus. Saya bisa merasakan kehadiran kamu. Suara kamu
terasa sangat dekat.... "
Sekali lagi
Doni menarik lengan Andi, dan akhirnya dia paham maksud sahabatnya.
"Kayaknya
kita emang.... Mbah lagi nyebarin selebaran, ya?"
Dengan sigap
pria yang membagikan selebaran itu berbalik, buru-buru mengenakan turban yang
disematkan pin Hello Kitty, dan dengan gaya sok berusaha menerka,
"Masalah..... Kalian pasti jomblo!"
"Iya!
Kok tau!" timpal Doni.
"Memang
betul di era globalisasi ini kita dituntut agar tegas dalam segala hal,
terutama dalam bidang asmara. Bahkan, waktu saya muda, padahal belum kenal tuh
yang namanya internet, tapi saya dijauhi gara-gara jomblo. Tapi waktu itu saya
belum kenal pelet..... Intinya, kejombloan membuat orang bisa dikucilkan.
Kalian pasti dikucilkan!"
"Iya!"
seru Doni dengan tatapan yang seakan berkata, "kenalin saya sama pelet
dong!"
Mbah Sugeng
mengangguk puas. Tebakannya tepat sasaran.
"Kami
emang dikucilkan, tapi bukan karena jomblo. Masalah kami lebih serius,
"kata Andi."
"Lebih
serius?" kata Mbah Sugeng, yang mengambil kursi kecil di belakangnya. "Silakan duduk-----saya
saja yang akan duduk. Maksud saya silahkan cerita."
Andi
mendadak bingung, tak tahu harus memulai dari mana. Perjalanan sembilan tahun
bersama Doni bukanlah sesuatu yang mudah di rangkum. Hampir semuanya penting.
Terutama saat pertemuan pertamanya dengan Doni, yang diawali oleh semangkuk
bakso. Dia juga tak mungkin memotong tentang Doni yang bisa menyadarkannya
dirinya kembali melalui cara-cara sederhana.
Maka selama
setengah jam Mbah Sugeng duduk mendengarkan Andi, dan menyesal. Dia menyesal
setelah tahu bahwa apa yang dihadapinya benar-benar serius, bukan persoalan
gampangan yang bisa selesai dengan wajah meyakinkan, mulut yang bergetar, dan
kepura-pura an bahwa masalah sudah terselesaikan.
"Kalau
gitu kalian aja yang duduk, saya berdiri," kata Mbah Sugeng setelah Andi
selesai bercerita.
Doni dan
Andi duduk sekursi, menatap Mbah Sugeng yang mondar-mandir.
"Gimana,
Mbah?" tanya Andi.
"Jadi
persoalannya terletak di sini," kata Mbah Sugeng. Menunjuk yakin pada dada
Andi, dan mendadak, tiba-tiba saja seluruh tubuhnya bergetar. Napasnya seakan
tersendat beberapa saat, dan akhirnya kembali lega seraya berkata,
"Barusan saya menutup pintu masuk menuju raga kamu, Andi. Gimana rasanya?
Lega, kan? Lega, kan? Iya, kan!"
Andi
tersenyum.
"Akhirnya,"
gumam Doni, dengan tampang yang seolah berkata, "Gue bebas!"
"Mengatasi
masalah tanpa masalah," ujar Mbah Sugeng dengan gaya call center.
"Ampun,
Sugeeeng!" bentak Andi, yang sudah jelas bukan lagi Andi karena suaranya
mendadak renta, seperti orang yang tengah menunggu ajal.
"Semprot!
Cepat semprot!" ujar Mbah Sugeng kepada Doni. "SEKARANG!"
Doni dengan
sigap meraih semprotan air garam di dalam sakunya, namun suara renta mahluk
yang merasuki Andi membentak, "APA?" kamu berani ngusir saya? Kamu
gak tahu siapa saya?"
Doni
menggeleng, panik.
"Saya
pahlawan kemerdekaan! Kamu berani ngusir saya, setelah saya bersusah payah
mengusir penjajah?"
Doni, sekali
lagi, menggeleng.
"Kasih
saya waktu. Saya ada urusan," ujar Andi. Dia berbalik menatap Mbah Sugeng
yang mendadak kecut. "Hiduplah sebagai orang yang berguna bagi orang
lain!"
"Amm-pun,
kakek," cicit Mbah Sugeng. "Saya berguna kok..... motto saya aja
mengatasi masalah tanpa masalah." Mbah Sugeng menunjukkan isi selebaran
yang dia sebarkan. "Niat saya baik kok."
"Kamu
masih ingat kan hukuman buat pembohong?"
"Ampun
kakek...... Saya gak kuuaat.... Saya gak mau makan duren sama bijinya..... Saya
gak suka duren. Lebih enak alpukat."
********************
Pertemuan
dengan Mbah Sugeng ternyata tak banyak membantu, malah sebaliknya. Mbah Sugeng
ternyata penipu ulung. Semenjak pagi tadi, sehari setelah bertemu Mbah Sugeng,
Andi sudah kesurupan lima belas kali. Itu adalah rekor kesurupan terbanyak yang
pernah dia lakukan dalam kurun 5 jam. Dan masih bisa bertambah lagi.
"Kita
merdeka atas nama bangsa sendiri, atas nama darah pahlawan," ujar guru
sejarah. "Banyak darah yang tertumpah, dan kita harus bangga akan hal itu!
Dengan gagah mereka melawan dengan bambu runcing. Banyak korban berjatuhan. Di
situ letak kesalahan mereka. Kenapa gak pake pis-tolll? Ambil kek dari
penjajah, nyolong kek, atau minjem kalau takut dosa."
Tiba-tiba
Andi mengangkat tangannya. Dari matanya Doni tahu Andi sedang serius. Tapi ini
tetap mencurigakan.
"Ada
apa, Andi?" tanya guru sejarah.
Sekarang
Andi maju ke depan kelas.
"Siapa
yang bilang saya pake bambu runcing? Kamu gak tahu apa-apa! Jangan hina para
pahlawan!" bentak Andi, seraya menunjuk guru sejarah yang sekarang
meringkuk di sudut kelas.
"K-ka-mu
s-siap-pa ?" kata guru sejarah.
"Saya
Karto, pahlawan kemerdekaan."
****************
"Itu
kan bukan gue, tapi kakek Mbah Sugeng," keluh Andi, setelah beberapa menit
yang lalu didampart guru sejarah. "Kenapa jadi nilai guey yang
dikurang."
"Nilai
gue juga," kata Doni. "Cuma gara-gara telat nyemprot lo pake air
garam..... Eh! Semprotannya ketinggalan di kelas!"
"Pipis?"
"Bukan!
Kuping lo kemasukan apa sih?"
"Pipis."
"Jangan
bilang......"
"Pipis,
pipis, pipis, pipis, pipis, pipis," ujar Andi terus-menerus, tanpa henti.
Tubuhnya lagi-lagi di ambil alih makhluk yang menahan kencing selama satu abad.
"Setan
pipis kembali!"
Ini adalah
saat paling dilematis sebenarnya. Doni segera mungkin harus mengambil
semprotannya dikelas dan menyadarkan Andi. Tetapi kembali ke kelas berarti
meninggalkan Andi, dan itu membuka peluang terjadinya hal-hal yang tak
diinginkan. Bahkan sekarang Andi berlari menghampiri siapa saya sambil
menyodorkan selangkangannya. Sekarang dia lebih mirip penjahat kelamin
ketimbang orang kesurupan.
Namun.....
Tiba-tiba saja..... Seorang cewek muncul seraya menyodorkan semprotan yang
tertinggal di kelas. Untuk lima detik awal Doni memandang penuh terima kasih,
sementara dua ratus sembilan puluh lima detik selanjutnya terpesona. Dia
tersadar sewaktu Andi menawarkan
selangkangannya dan berteriak, "Pipis!" dengan tarian
striptis.
"Gue
tahu reputasi kalian," ujar cewek yang membawa semprotan Doni, sesaat
setelah Doni menyemprot Andi dengan air garam. "Gue butuh bantuan
kalian."
"Nama......
Siapa......" ujar Doni terpesona.
"Oh,
iya! Nama gue Rina."
****************
Rina adalah
tipe cewek yang gampang terkenal. Rambutnya panjang terurai, wajahnya merah
merona, tangannya ada dua, organ tubuhnya sehat-sehat, dan dia sering tersenyum
tanpa perlu kehilangan kesan waras. Singkat kata: Dia adalah cewek paling
populer di sekolah.
Namun di
balik pesonanya yang luar bisaa, ada sisi kelam yang belum terungkap. Melalui
percakapan singkat di kantin Doni dan Andi tahu bahwa Rina adalah pecinta berat
horor. Tapi bukan itu sisi kelam yang belum terungkap. Ternyata, karena
dipengaruhi oleh tontonan ataupun bacaan horor di rumahnya, diam-diam Rina
menanamkan hasrat dalam hatinya, menginginkan sesuatu yang dihindari banyak
orang, terutama oleh Andi jika mungkin. Diam-diam Rina ingin mengetahui
bagaimana rasanya kesurupan.
Bisa
dibilang rencana Rina agak jenius kalau bukan agak dongo. Andi, yang kita tahu
adalah orang yang paling mudah kehidupan, akan digunakan sebagai magnet
pemanggil makhluk halus. Dengan begitu Rina berharap probabilitas dirinya
dirasuki akan meningkat tajam.
"Hai,
Rina," sapa anak laki-laki berhidung mencong.
Dengan
ragu-ragu Rina membalas, "Hai juga....."
"Jimmy."
"Hai
juga, Jimmy."
Anak
laki-laki berhidung mencong itu berlalu. Sejauh ini Rina sudah di-Hai oleh
sebelas orang. Doni, diam-diam, semakin terpesona.
“Ternyata kamu populer banget….”
“Jadi gimana?” Tanya Rina, matanya memohon kepada Doni dan Andi.
“Nanti gimana kalau lo kesurupan? Siapa yang bakal tanggung jawab? Lo
tau kan kalau Doni Cuma bisa ngusir makhluk halus dari tubuh gue?” jawab Andi.
“Gue siap tanggung jawab….” Gumam Doni sepelan mungkin.
“Kalau soal itu sudah beres. Gue
tau orang yang bisa menangani orang-orang yang kesurupan. Jadi pas gue
kesurupan, kalian bisa telepon dia. Jadi gimana?”
“Kenapa gak sekalian aja minta dibikin kesurupan sama dia?” kata Andi.
“Mas, saya Rina, bikin saya kesurupan dong’. Gak mungkin kan gue ngomong
kayak gitu?” sahut Rina.
“Jadi kenapa kami mau bantuin lo? Kenapa menurut lo kami bakal mau
sementara orang lain enggak?”
“Karena kalian…. Kalian…. Eh…”
“Aneh?” potong Andi. “Karena kami gak punya temen?”
“Enggak, bukan kayak gitu….”
Tapi terlambat, Andi sudah pergi. Bagi Andi, yang saban hari kesurupan,
menjadi normal beberapa hari, dalam
artian tidak kesurupan, adalah bentuk nyata dari liburan. Dia bersedia menukar
apa saja untuk itu, sementara Rina berpikir sebaliknya. Kadang sesuatu yang
dihindari oleh yang satu malah dihampiri oleh yang lain, yang ditolak oleh yang
satu diterima oleh yang lain. Jika ketidakcocokan adalah alasan untuk saling
membenci, itu dapat ditemukan dengan sangat mudah.
“Siapa sih orang yang bisa menangani orang kesurupan yang lo maksud?”
tanay Doni penasaran.
“Namanya Mbah Sugeng.” Jawab Rina gampang. “Gue tau dari selebaran yang
gue dapet beberapa hari yang lalu.”
************** Tunggu Update-an Chapter 5
Selanjutnya**************
Daftar Isi :
5. Kesurupan (Chapter 5) -----( segera )
*Quote : “Kata
orang hidup itu pahit seperti kopi. Tidak apa-apa. Karena itu akan membuat mata
kita lebih terbuka”.
*Jika Anda
menyukai artikel di Blog ini… atau buat Anda yang gak mau ketinggalan cerita
menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’.
Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis
via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit
di Blog Dreaming Galaxy.
#Jangan
Biarkan Dirimu Membaca Sendiri__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#
0 Komentar