KESURUPAN (6)
Author:
@paizinpalmap di Wattpad
PERHATIAN:
(Sebelum Membaca Artikel Ini)
Kalau kamu
belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan (chapter1)/ Kesurupan (chapter 2)/ Kesurupan (chapter 3)/ Kesurupan (chapter 4)/ Kesurupan(chapter 5).
Ok, happy
reading guys!! ^-^
#CHAPTER 6
Nenek Moral
SUDAH
beberapa hari lewat sejak penyusupan ke Sektor Enam Belas. Doni merasa ada yang
berubah. Belakangan ini Andi seakan-akan menjauh darinya, meskipun mereka
berada di kelas yang sama. Andi hanya bisa ditemui saat pelajaran dimulai. Dia
selalu menghilang selepas pelajaran, dan mereka semakin jarang mengobrol. Tapi
bukan itu masalah utamanya.
Beberapa
hari ini Rina hampir tak bisa ditemui. Kalaupun bertemu, itu cuma sekilas lihat,
itu pun dari jauh. Doni galau. Dia bingung memikirkan di mana letak
kesalahannya. Kenapa semua ini terjadi? Kenapa sahabatnya menjauh? Kenapa Rina
ikut-ikutan menjauh? Apa semua ini karena dia pingsan di Sektor Enam belas?
Namun
keesokan harinya akhirnya Doni tahu kenapa Andi dan Rina menjauh. Alasannya
berbeda dengan yang dia pikirkan.
"Don,
sekarang gue tau kenapa gue gak kesurupan," kata Andi di koridor sebelum
pelajaran pertama dimulai. "Gue sudah seminggu gak kesurupan lho!"
"Yeee,"
balas Doni, suaranya tidak antusias.
"Gue
yakin ini semua karena Rina," sambung Andi. "Ini gara-gara gue
ngikutin Rina seminggu ini."
"Jadi...
seminggu ini lo berduaan sama Rina? Cuma ber-dua?"
Andi
mengangguk girang.
"Gue
juga sudah bilang sama Rina biar gak ngajak lo lagi. Lo gak perlu repot-repot
lagi ngurusin gue sekarang. Oke, dah... gue ke tempat Rina dulu."
Andi pergi
sebelum Doni sempat bilang ingin ikut. Tanpa Andi seisi sekolah terasa asing.
Dia kenal dengan banyak murid, tapi tak satu pun menginginkan keberadaannya.
Mungkin ini saat yang tepat untuk membaur, membangun citra baru di hadapan
murid-murid. Kali ini dia akan mencoba bergabung dengan sekelompok murid
laki-laki di koridor.
"Lagi
ngomongin apa nih?" ujar Doni, sok akrab. "Boleh gabung, kan?"
"Lo
Doni temen Andi Pengebiri, kan?" kata anak laki-laki bertampang judes.
Doni
mengangguk ragu-ragu. Dalam sekejap sekelompok murid laki-laki itu kabur, dan
mereka pergi sambil menutup selangkangannya.
Doni
menghela napas. Sekarang dia tak hanya menjadi orang aneh di sekolahnya. Dia
adalah orang aneh yang sendirian.
*******************
Doni tak
tahu pasti apakah betul penyebab seminggu ini Andi tak kesurupan adalah Rina,
atau hanya kebetulan. Yang dia tahu, di sekolah ini hanya ada dua orang yang
menganggapnya teman, atau mungkin hanya dua orang yang melihat dia sebagai
manusia: Andi dan Rina. Dan ketika waktu istirahat tiba, secara kebetulan Doni
bertemu mereka di kantin. Mereka ber-dua sedang mengobrol.
"Kalian...
kalian lagi ngomongin apa?" kata Doni yang menatap dengan wajah minta
diajak bergabung.
"Ini
kami lagi bicara mengenai rencana penyusupan kedua," Rina menjelaskan.
"Sektor
berapa? Kapan? Gue boleh gabung gak?"
"Lo gak
perlu maksain diri, Don," kata Andi tiba-tiba. "Lo gak perlu
khawatir... sekarang gue gak bakal kesurupan lagi, karena ada Rina."
Rina
tersenyum ke arah Andi. Tiba-tiba udara terasa panas bagi Doni.
"Gue
mau kok. Gue bersedia, sukarela, betul-betul mau ikut," Doni memohon.
"Lo
lupa, ya? Lo kan pernah pingsan waktu di Sektor Enam Belas," kata Rina.
"Gue
gak akan pingsan lagi kok. Gue sekarang beda. Gue sudah gak nonton drama Korea
lagi. Gue sekarang kuathh!" kata Doni, berusaha meyakinkan Andi dan Rina.
"Jangan
deh, Don. Gue khawatir lo pingsan lagi," balas Rina dengan wajah khawatir.
"Iya,
Don. Lagian gue gak mau gotong lo untuk kedua kalinya. Berat badan lo nambah
tiga kilo kayaknya," kata Andi.
Akhirnya
hari yang Doni takutkan datang. Dia tak menyangka hari itu datang begitu cepat.
Dia tak menyangka bahwa akhirnya dia sudah tak punya alasan lagi untuk berada
di dekat Rina. Dan dengan langkah tertatih-tatih, dia pergi.
Meskipun
Doni pergi, percakapan di antara Andi dan Rina terus berlanjut. Topik
pembicaraan mereka bukan lagi soal rencana penyusupan kedua mereka.
"Kenapa
lo ngebet banget jadi normal?" tanya Rina.
"Gue
mau kayak lo. Gue mau disapa banyak orang. Gue mau punya banyak temen,"
jawab Andi serius.
"Oh,
gitu... tapi lo sadar gak kalau lo punya sesuatu yang gak pernah gue
miliki?"
Andi
menggeleng bingung.
Rina melanjutkan,
"Lo punya sahabat."
Tiba-tiba
anak laki-laki berponi ganda menyapa, "Hai, Rina."
Sambil
bingung, tak siap menerima sapaan, Rina membalas, "Hai..."
"Toni."
"Hai,
Toni."
*****
Sekarang
Doni benar-benar orang aneh yang sendirian. Dia duduk di kantin keesokan
harinya sewaktu jam istirahat, memesan semangkok bakso untuk dirinya sendiri,
dan menatap murid-murid di sekitarnya yang balik melihat, dan menjauh. Dia
sudah terlanjur dicap aneh.
Semangkok
bakso pesanannya akhirnya tiba. Ada sedikit kesenangan yang muncul. Entah
kenapa Doni mendadak ingat hari pertama bertemu Andi, yang diawali oleh
semangkok bakso. Hari itu mereka masih terlalu kecil untuk paham, masih terlalu
kecil untuk menyadari bahwa takdir akan mengikat mereka, memaksa mereka untuk
bersahabat.
Tetapi saat
ini dia sendirian. Dia ditinggal sahabatnya.
"Gawat,
Don!" seru Rina, yang mendadak muncul. "Andi sekarang di UKS! Dia
kesurupan lagi! Gue gak tau kenapa dia tiba-tiba kesurupan, tapi yang jelas dia
harus sadar secepatnya!"
Doni menaruh
semprotan air garam di atas meja, menyodorkannya ke arah Rina, lalu menuangkan
dua sendok cabe rawit ke dalam mangkok baksonya.
"Ayo
kita pergi! Kan cuma lo yang bisa nyadarin Andi!" desak Rina.
"Lagi
makan, jangan ganggu," jawab Doni.
"Gue
kecewa sama lo... gue kira lo bukan jenis orang yang melakukan sesuatu atas
kepentingan pribadi. Ternyata lo cuma orang yang ninggalin sahabatnya sendiri,
cuma mengincar keuntungan. Dan kalau itu sudah gak menguntungkan, maka lo
pergi."
Rina
buru-buru pergi, tergesa-gesa ketika mengambil semprotan air garam di atas
meja. Doni menyantap semangkok baksonya, memaksa diri untuk menikmati setiap
suapnya, dan berhenti, menyisakan sedikit kuah.
"Mau
tambah?" tanya mamang bakso seraya mengintip mangkok bakso Doni. "Enggak?
Kalau begitu semuanya delapan ribu."
Doni
mengamati sedikit kuah di dalam mangkok baksonya, dan termenung sebelum
akhirnya berlari sambil membawa mangkok baksonya.
"JANGAN
KABUR!" teriak mamang bakso. "SAYA TAU SIAPA KAMU! SAYA TAU NAMA
KAMU!" Kemudian dia mencegat seorang murid yang sedang lewat, dan
bertanya, "Dia siapa?"
**************************
Setibanya di
UKS, Doni kaget melihat kondisi Andi. Untunglah dia segera sampai. Kali ini
Andi dirasuki oleh makhluk yang berbahaya, dan ini tidak bisa dibiarkan.
"Lepass-iin!"
seru Andi, meronta-ronta ketika tangan dan kakinya dipegangi para guru dan
Rina. "Aku cuma mau ngupil!"
"Gak
akan gue lepasin!" kata Rina. "Gue gak akan ngebiarin lo ngupil pake
jempol kaki! Cukup lobang hidung sebelah kiri aja! Cukup sebelah kiri! Gak akan
gue biarin yang kanan juga!"
Doni, yang
melihat dari ambang pintu, mendadak semakin panik. Dia sempat melihat lubang
hidung Andi sekilas. Dengan lubang sebesar itu Andi pasti bisa menyedot lima
tawon yang lagi terbang bulat-bulat.
"Maaf,
gue telat," kata Doni ketika menghampiri Rina.
"Doni..."
ujar Rina, wajahnya agak kaget. "Tapi gue sudah ngabisin semprotan air
garamnya! Gimana nih?"
"Sudah
gue duga—makanya gue bawa ini," balas Doni sambil mengangkat mangkok
baksonya tinggi-tinggi, menumpahkannya ke wajah Andi dan menyeka wajahnya.
"Masalah selesai."
Detik
selanjutnya Andi sadar secara ajaib. Para guru yang memegangi Andi pun pergi.
Sekarang, di dalam UKS, mereka bertiga saling melihat satu sama lain.
"Kok
bau kuah bakso? Pake cabe rawit lagi! Gue tadi kesurupan, ya?" tanya Andi.
Doni dan
Rina mengangguk lemah. Mereka khawatir Andi akan kecewa berat. Anehnya, Andi
malah tersenyum meski agak sinis.
"Lo gak
apa-apa, kan?" tanya Doni, memandang khawatir pada lubang hidung Andi yang
sebelah kiri. "Kayaknya lo gak akan pernah jadi normal."
Andi
tersenyum. Dia tak khawatir meski tidak menjadi normal. Dia sadar bahwa
sebenarnya dia tak membutuhkan banyak teman. Dia hanya membutuhkan sedikit
teman untuk dirinya sendiri. Sedikit teman yang bisa dipanggil sahabat .
"Kayaknya
kami butuh lo deh," kata Rina kepada Doni. "Andi bisa aja kesurupan
sewaktu-waktu dan keberadaan lo, meskipun lo sempat pingsan... lo mau ikut,
kan? Gak apa-apa, kan?"
"Kan
gue sudah bilang kalau gue sudah beda," jawab Doni riang. "Gue sudah
gak nonton drama Korea lagi sekarang."
"Kalian
ngerasa ada yang aneh gak?" kata Andi tiba-tiba. "Udara di sini kok
jadi lebih lega, ya?"
"Perasaan
lo aja," balas Doni. Dia menatap sistem penyaringan udara Andi yang sudah
jebol.
*****
"Selamat
datang di Sektor Enam. Penguasa tempat ini adalah Nenek Moral," ujar Rina.
Doni
memandang ngeri pohon pisang di halaman belakang sekolah. Saat itu adalah
penyusupan kedua mereka. Rina amat yakin kali ini dia pasti kesurupan, karena
Sektor Enam berbeda dengan sektor lainnya.
"Banyak
kasus kesurupan terjadi di sini, dan alasan kenapa penguasa tempat ini disebut
Nenek Moral adalah?" kata Rina, yang kemudian menatap Andi, menyuruhnya
menjawab.
"Karena
nenek-nenek penguasa tempat ini suka merasuki orang yang dianggap kurang
bermoral ataupun temannya," jawab Andi, "kemudian memberikan pesan
moral."
"Jadi
yang harus kita lakukan adalah?" kata Rina, yang kemudian memandang Doni,
menyuruhnya menjawab.
"Menunjukkan
betapa tak bermoralnya kita, dan gue yang pertama" balas Doni. "Gue
pernah buang sampah sembarangan! Bukan cuma pernah, tapi sering!"
"Cuma
itu? Yang kayak gitu sih banyak di mana-mana," Andi mencela. "Gue
pernah nyontek pas ujian! Tapi gak jadi karena takut sama guru..."
"Kalian
sama aja—cemen!" ejek Rina. "Gue... gue pernah minjem pena temen
terus gak gue balikin! Gak cuma sekali, tapi berkali-kali!"
Lima menit
pun berlalu. Pernyataan-pernyataan yang pada awalnya bertujuan untuk
menunjukkan betapa rendahnya moral mereka, dengan harapan akan memancing Nenek
Moral untuk merasuki salah satu dari mereka terutama Rina, malah menunjukkan
betapa dongo-nya mereka.
"Gue
pernah ngelewatin lingkaran api!" seru Andi.
Tak mau
kalah, Rina berkata, "Gue pernah ngemis-ngemis sama pengemis dan
pengemisnya ngasih gue duit sebelum kembali ngemis-ngemis!"
"Gue
pernah mimpi lagi tidur waktu tidur padahal gue gak tidur!" Doni
ikut-ikutan.
"Gue...
gue nyerah!" kata Andi. "Kita bertiga emang anak baik-baik."
"Itu
gak bener! Kita bukan anak baik-baik!" kata Doni, dengan suara yang
seakan-akan menganggap dirinya manusia rendahan. "Gue pernah, sewaktu
semprotan air garam ketinggalan di rumah, pake ingus buat nyadarin Andi yang
lagi kesurupan!"
Spontan Andi
menggosok-gosok alisnya. Dia juga berteriak, bicaranya mulai meracau saat
bilang bahwa Doni yang paling tak "bermoral", keji, dan tak
berperikemanusiaan sementara Rina bertepuk tangan sambil bilang, "Bravo!
" seolah-olah menanti pengakuan Doni barusan.
Sejauh ini
pernyataan Doni barusan adalah tindakan paling keji yang pernah dilakukan.
Namun sama sekali tak ada tanggapan. Nenek Moral tak kunjung muncul. Dan mereka
bertiga duduk pasrah di dekat pohon pisang.
"Kenapa
sih lo suka dengan hal-hal berbau horor?" tanya Doni tiba-tiba kepada
Rina.
"Gue
suka horor karena di dalamnya ada ketegangan, petualangan... meskipun
sebenernya, kalau dipikir-pikir lagi, pada akhirnya alasan-alasan itu sama
sekali gak ada maknanya. Sama aja misalnya kalau gue bilang bahwa gue suka
jeruk karena rasanya asam, tapi bukan berarti gue suka lemon, meskipun rasanya
juga asam. Intinya, gue suka hal-hal berbau horor karena horor itu sendiri. Gak
pake alasan."
Doni
terpesona. Dia tak pernah mendengar Rina menjelaskan sesuatu panjang-lebar.
Selain itu diam-diam dia mengambil pena dan menulis sesuatu di tangannya: Rina
suka jeruk. Dia bahkan sudah berencana membeli jeruk besok pagi, namun urung
saat Rina terkekeh dan berkata, "Tapi bukan berarti gue suka jeruk
lho."
"G-gue
juga enggak..." balas Doni gugup.
"Tapi
kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?"
Doni
termenung.
"Gue
suka sama lo."
"Kok
bisa? Kenapa?" tanya Rina.
"Gue
suka sama lo karena di dalamnya ada keberanian, kebaikan hati... meskipun
sebenernya, kalau dipikir-pikir lagi, pada akhirnya alasan-alasan itu sama
sekali gak ada mak-na-nya..."
Kata-kata
Doni terputus. Dia terlalu gugup untuk melanjutkan, atau terlalu takut untuk
mengalami penolakan karena Rina cuma diam. Suasana mendadak hening.
"Gue
juga suka sama lo," ujar Rina malu-malu. "Gak pake alasan."
"Jadi
kita..." kata Doni ragu-ragu, "kita... p-pac-char-an?"
"Cung,
pacaran itu dosa lho!" seru suara nenek-nenek yang ternyata berasal dari
Andi.
Doni dan
Rina saling memandang, lalu menemukan irama untuk berteriak, "NENEK
MORAL!"
****************** TAMAT *******************
Daftar isi :
Kesurupan(chapter 6)---- (The And)
*Quote : “Kata
orang hidup itu pahit seperti kopi. Tidak apa-apa. Karena itu akan membuat mata
kita lebih terbuka”.
*buat
yang gak mau ketinggalan cerita lainnya, yuk ikuti
Fanpage/halaman facebook kami 'DreamingGalaxy ID''. Cukup kalian klik-ini. Okray! :D
Thank's for
reading this article... ^_^
See you next
time :v
#Jangan Biarkan Dirimu
Membaca Sendiri__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#
0 Komentar