KESURUPAN (2)
Author:
@paizinpalmap di Wattpad ^_^
----Kalau kamu
belum membaca chapter sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan chapter 1.
Ok haapy reading
guys!! ^_^
#CHAPTER 2
Anak Laki-Laki yang Kesurupan
BARU
beberapa menit yang lalu Doni diantar ayahnya, namun ketika dia menatap kelas-kelas
yang berjejer, menatap dinding kusam yang sebenarnya sama sekali tak ada
istimewanya, seluruh sendi-sendi ditubuhnya menyentak dan berteriak, 'PETUALANGAN!
- PETUALANGAN!'.
Doni mengangguk-angguk
seolah menyetujui ajakan sendi-sendi di tubuhnya. Dia baru setengah jalan
menuju kelasnya, berharap bahwa hari ini dia bisa mencuri beberapa menit untuk
memulai petualangan yang tertunda, atau beberapa jam. Dia boleh-boleh saja
berharap para guru tak memergokinya berada diluar kelas seperti kemarin, dan
berpura-pura tersesat ketika mencari WC. Tetapi hari ini, lagi-lagi dia akan
gagal. Percayalah.
"Idih,
sombong banget dia!" seru salah seorang anak perempuan sambil memandang kedua
temannya. "Kok bisa sih?"
"Iya,
dia cuma godek-godek gak jelas," jawab temannya. "Jahat, kan? Padahal
sudah disapa baik-baik!"
"Kok
bisa anak kayak gitu ada di 1-B?" ujar anak perempuan yang ketiga. "
kok kita bisa sekelas sama dia?"
Langkah Doni
terhenti. Peristiwa di kantin, mamang bakso tikus, dan anak laki-laki dengan
tampang keracunan memenuhi kepalanya. 1-B? Itu kan persis disebelah 1-A, persis
disebelah kelasnya! Dan anak yang godek-godek itu.... Jangan-jangan....
"Pergi
yuk," kata ketiga anak perempuan itu bersamaan. "Eh, samaan! Eh,
samaan lagi! Eh, samaan lagi! Eh, samaan lagi!
Mereka pun
pergi sambil cekikikan, terus mengulang ucapan yang sama seraya melalui
koridor, dan segera lenyap dibelokan. Seluruh sendi-sendi ditubuh Doni kembali
berteriak, sehingga peristiwa dikantin, mamang bakso tikus, dan anak laki-laki
dengan tampang keracunan segera terlupakan. Dia melanjutkan langkahnya.
Namun
lagi-lagi langkah Doni terhenti. Kali ini sekerumunan murid keluar dari kelasnya,
tak menyisakan ruang untuk menyusup masuk kedalam kelas. Dia memandang heran
ekspresi mereka yang kebanyakan takjub sementara beberapa lainnya pasrah terseret
arus. Akhirnya Doni bisa melanjutkan lembali langkahnya, meskipun nasibnya
persis sama dengan beberapa murid dengan ekspresi pasrah tadi----dia terbawa
arus kerumunan yang mendadak muncul dari belakang. Dia pasrah.
Pada awalnya
Doni berharap seseorang bersedia menjelaskan ke mana dirinya akan dibawa, dan
tepat beberapa detik berselang harapannya terkabul. Beberpa orang bersedia menjelaskan
ke mana mereka akan pergi, meskipun secara tidak langsung.
"Kita
ke UKS? Dia anak kelas satu?"
"Iya!
Kan gue sudah bilang dari tadi!"
"Masa
sih kepalanya godek-godek?"
"Astaganaga!"
"Jadi
beneran ada anak kelas satu yang kesurupan, kepalanya godek-godek, dan dibawa
ke UKS?"
"IYA!"
"Tapi
kesurupan itu apa, ya?"
"Gak
tahu."
Akhirnya,
tibalah mereka di depan UKS. Doni terdampar ke salah satu jendela UKS. Ingatan
mengenai kantin, mamang bakso tikus, dan anak laki-laki dengan tampang keracunan
kembali jelas, dan matanya kini tertuju ke salah satu tempat tidur. Ternya
firasatnya benar, ternyata anak yang dibicarakan sejak tadi adalah dia, adalah
ana laki-laki yang kemarin.
"Jangan
ada yang masuk, diluar aja, ya," ujar seorang pria dari dalam UKS yang
adalah seorang guru. Kakinya yang terus bergerak-gerak jelas sekali menunjukan
bahwa dia panik, meskipun dia tampak berusaha menahannya." kalian harusnya
sudah ada di kelas sekarang."
Tapi tak
satupun murid yang mendengarkan.
"Mundur,
semuanya! Ini bukan kebun binatang lho!"
Doni pernah
pergi berkunjung ke kebun binatang sebelumnya. Tapi jika dibandingkan, UKS saat
ini jauh lebih seru. Dia melongo menatap anak laki-laki yang kemarin, yang tampangnya
masih kayak orang keracunan.
"Saya,
sebagai satu-satunya orang yang ditugaskan untuk menjaga anak ini, menghimbau
kepada siapapun yang berada di depan UKS untuk pergi dengan tenang. Semuanya
sudah dalam kendali saya.."
"Termasuk
darah di hidung bapak?" sela seorang murid.
"Semuanya
sudah dalam kendali saya, termasuk darah dihidung saya. Saya berdarah
karena.... MINGGIR, SEMUANYA! SAYA BERDARAH! SAYA BERDARAH!"
Semuanya
panik, murid-murid berhamburan. Namun keadaan kembali terkendali saat beberapa
guru datang, dan segera menyuruh para murid kembali ke kelas.
Doni berjalan
menuju kelas dengan perasaan lega. Dia yakin bahwa dia tak harus melakukan
apa-apa, bahkan dia tak yakin kalau dia bisa melakukan apa-apa. Lagi pula ada
beberapa guru di UKS. Semuanya akan baik-baik saja.
*****************
Saat itu
adalah pelajaran PKN. Guru PKN sudah mengelilingi setiap penjuru kelas,
memainkan intonasi suara, bahkan wajahnya pun juga juga dipermainkannya setiap
kali memberi penekanan pada beberapa kalimat, namun tak satupun kata singgah di
telinga Doni. Dia memandang jenuh ke jendela kelas, menatap keluar dengan
gelisah. Baranglali dia akan terus menulikan telinganya sampai akhir pelajaran,
tapi telinganya seketika berfungsi menangkap beberapa kata, atau beberapa kalimat,
atau sebenarnya dia terang-terangan menguping percakapan sepasang suami istri
di depan kelas.
"Anak
kita gak pernah kayak gini sebelumnya...."
"Ini
salah mama. Anak kita pasti tetap baik aja kalau dia gak ke sekolah. Dia pasti
gak akan kesurupan."
"Enggak!
Ini salah papa! Karena papa yang ngantar ke sekolah."
"Dia
sebenarnya gak mau ke sekolah. Seandainya saja mama gak maksa...."
Semuanya
akan baik-baik saja, pikir Doni.
"Mana
mungkin! Tadi mama denger kalau sudah ada duapuluh paranormal, dan anak kita
belum juga sadar. Mana mungkin semuanya akan baik-baik aja!"
Doni sering
menghabiskan waktunya di depan TV, dan salah satu acara favoritnya adalah
sulap. Dia pernah menonton seorang pesulap berupaya membaca pikiran, tapi dia tak pernah menduga.....
Bahkan dia sempat kesulitan menemukan kata-kata untuk di ucapkan dalam
benaknya. Mustahil, pikir Doni, apa mereka bisa membaca pikiran?
"Seandainya
saja bisa.... Seandainya aja papa bisa membaca pikiran. Papa harap papa bisa
nemuin kalimat yang bisa bikin mama tenang."
Suami-istri
itupun pergi. Sekarang telinga Doni mampu menangkap secara utuh suara yang
sejak tadi memenuhi kelasnya.
"Sebagai
warga negara yang baik, kita wajib untuk membantu sesama."
Doni
merengut. Dia sebenarnya mau membantu sesama. Namun bagaimana bisa dia
diharapkan. Mampu menyelesaikan sesuatu yang bahkan orang dewasa pun tidal
bisa. Bahkan dia sendiri masih belum tahu apa itu kesurupan. Bahkan ini baru
hari keduanya di sekolah.
Tiba-tiba salah
seorang anak bertanya, "kenapa kita harus membantu sesama, pak guru?"
"Karena
tolong-menolong itu wajib, dan tidak memandang umur."
Doni termenung.
"Jadi,
siapa yang mau membantu sesama?"
Kecuali Doni,
semua anak dengan ketek terangkat berseru, "SAYA!"
"Kamu
kenapa gak angkat tangan? Kamu gak mau membantu sesama, Doni?"
Doni
mengangguk dalam diam. Dia baru ingat bahwa masih ada yang harus dia lakukan,
bahwa masih ada yang bisa dia lakukan. Dia mengangkat tangannya dengan
terburu-buru.
"Saya
mau izin ke WC, pak."
****************
Doni memang
tidak tahu apa itu kesurupan. Tapi ini bukan kali pertama anak dengan tampang
keracunan itu kepalanya godek-godek. Dia pernah menanganinya sekali, dan yang
dia perlukan adalah semangkuk bakso. Mungkin.
Kantin saat
itu hampir kosong melompong, tak tampak satupun murid sejauh mata kecilnya
memandang. Doni berjalan sembunyi-sembunyi menuju mamang bakso, berharap
dirinya tak dipergoki guru selagi memesan. Bisa dibilang ini adalah tindakan
ilegal. Dia harus berhati-hati jika tidak ingin tertangkap seperti kemarin.
"Kamu
ngapain di sini? Sekarangkan belum istirahat?"
"Shhh!
Bisa kita langsung ke topik utama? Terus terang saya gak punya banyak waktu dan
gak suka basa-basi," kata Doni, dengan suara seakan-akan dia adalah
kriminal kelas berat. "Saya butuh....." dia meraba-raba semua saku
yang dimilikinya, "bisa beli kuahnya aja?"
"Waduh,
gak bisa. Saya bisa rugi."
"Setengah
mangkuk?"
"Hmm...."
Gumam mamang bakso seraya memejamkan matanya. Seakan-akan memikirkan
perhitungan yang rumit. "Bisa."
Maka dengan
mata yang masih mengawasi setiap sudut kantin, Doni menanti dengan sabar. Dia harus
sabar saat mamang bakso dengan amat-sangat-lelet mengambil sejumput kecil bihun
dari dalam gerobaknya, terutama ketika mamang bakso menggaruk pantatnya. Dan
pada saat pesanannya sudah jadi, buru-buru dia menyambar, namun gagal. Kecepatan
tangannya dikalahkan oleh tangan mamang bakso yang sudah lebih dulu mencengkram
tangannya.
"Kamu
anak yang kemaren, ya?" tanya mamang bakso.
Doni
mengangguk lemah.
"Soal
kemaren...." mamang bakso memandang was-was. "Jangan kasih tau
siapa-siapa, ya!"
"Iya!"
Mamang bakso
melepas cengkeramannya. Dengan segera Doni menyambar mangkuk baksonya untuk
dibawa pergi, namun gagal lagi. Tangan mamang bakso ternyata berhasil meraih
mangkuk bakso Doni.
"Terus....misalnya
ada yang nanya : kenapa bakso di kantin enak banget? Bilang aja : karena pakai
daging ayam, bukan daging tikus."
Doni
mengangguk. Kilau kejahatan muncul dari matanya saat dia berkata, "tapi
saya ngutang dulu."
Dan dengan
segera Doni "lenyap" tak berbekas.
***************
Sesampainya
di UKS, ternyata situasinya sudah tidak terkendali. Anak dengan tampang
keracunan itu sekarang tak hanya godek-godek. Dia sudah memasuki tahap yang
lebih tinggi lagi, dia memegangi celanaya erat-erat sambil berteriak,
"BUKA CELANA! BUKA CELANA!" dan meronta-ronta, menepis banyak tangan
yang memeganginya.
Harus cepat,
pikir Doni. Dia harus sesegera mungkin mengulang apa yang telah dia lakukan
kemarin, sebelum anak dengan tampang keracunan itu bertindak lebih jauh. Tapi
kerumunan orang menahannya untuk tidak melangkah lebih jauh. Dan sesungguhnya
mereka bukan orang biasa. Mereka paranormal.
"Siapa
namanya?" tanya paranormal kedua
puluh, menunjuk anak dengan tampang keracunan.
"Andi,"
jawab suami-istri itu serempak.
"Ehem....
Jadi, sebenarnya makhluk halus yang merasuki Andi sudah gak betah. Katanya dia
sudah bosan sama Andi."
"Terus
kenapa dia gak pergi-pergi?" tanya ibu Andi, sewot. "Terus bilangin
sama dia, kalau Andi juga ogah dirasuki sama dia!"
"Bagaimana
anda bisa tau apa yang ingin Andi katakan?"
"Siapa
sih yang mau temenan sama orang 'sombong'?"
"Oh....
Itu gak penting," kata paranormal yang kedua puluh, "yang ingin saya
katakan adalah.... Bahwa tubuh Andi-lah yang tak membiarkan makhluk halus itu
pergi. Ini kasus yang langka. Saya nyerah.... Gak tau mesti gimana lagi."
"Maksudnya
Andi mau deket-deket sama makhluk sombong itu? Itu maksudnya?"
"Bukan Andi,
tapi tubuhnya. Bisa dibilang itu seperti reaksi yang tak bisa ditolak. Duh....
Pokoknya semacam itulah."
"Gak
mungkin, gak mungkin!" kata ayah Andi mendadak, menggeleng dengan gaya
dramatis. "Apa ini gara-gara papa?"
Sekarang
giliran ibu Andi yang menggeleng dengan gaya dramatis, membuat ke dua puluh paranormal bingung. Sedangkan Doni, yang saat
ini mulai pegal memegang mangkuk bakso,
hanya bisa mendengarkan tanpa mampu menembus kerumunan paranormal.
"Papa
ngomong apa sih?" kata ibu Andi, masih menggelengkan kepalanya, seolah
memberi tanda jangan.
"Mama
pasti tahu apa yang papa maksud."
Ibu Andi
masih menggeleng, malah tambah kencang.
"Ini
pasti karna papa nyebok pake tangan kanan!" ucap ayah Andi dengan penuh
penyesalan.
"Tapi
papa kan kidal! Kan gak mungkin papa makan pake tangan yang sama buat nyebok!"
Sementara
ayah Andi mengangguk pelan, paranormal
yang kedua puluh melirik Andi yang terus berteriak, "BUKA CELANA! BUKA
CELANA!" entah kenapa dia mendadak iba dengan anak kecil itu.
"Jadi
gimana nasib anak saya? Gimana nasib Andi?" tanya ibu Andi panik.
Paranormal yang kedua puluh menghela napas,
lalu dengan suara berat menjawab, "hanya keajaiban.... Kita butuh keajaiban."
"Keajaiban?"
Mereka
salah. Sesungguhnya yang dibutuhkan bukan hanya keajaiban, melainkan sesuatu
yang lain. Dan Doni mengetahui dengan cukup jelas, bahkan sangat jelas, bahwa
apa yang dibawanya adalah jawabannya. Dia sangat yakin.
Bahkan, terlalu
yakin sampai berani menjerit, "SAYA TAU!"
Semua mata
memandang, menatap anak kecil yang berdiri di sudut. Kerumunan paranormal yang menghalanginya akhirnya terbuka.
"Mungkin
saya bisa bikin Andi sadar," kata Doni. Dia berjalan mendekati Andi.
Tangannya dengan jelas melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sejak tadi : Menyiram
wajah Andi dengan kuah bakso, persis seperti kemarin. Hanya saja.... Tak
terjadi apa-apa. Andi masih kesurupan.
"Pantas
anak saya gak mau sekolah! Jadi gara-gara kamu!" bentak ibu Andi.
Doni panik.
Dia yakin apa yang dilakukannya sudah benar, tak ada yang tertinggal. Dia terus
berusaha mengingat-ingat, dan tiba-tiba berseru, "OH!"
"Oh?"
kata ibu Andi, bingung. "Harusnya kamu minta maaf!"
Tapi Doni
tak menggubris. Dia mengangguk yakin saat menatap Andi yang di piting empat
orang. Tangan kecilnya berusaha menjangkau wajah andi, menyeka wajahnya, dan
berteriak, "AAAAHHH!" ketika ibu Andi menjewer telinganya.
"Sudah berapa
kali kamu nyiram Andi pake kuah bakso?" tuduh ibu Andi.
Seperti
layaknya anak kecil kebanyakan, yang hampir pasti tak tahan menerima tuduhan
keras semacam ini, maka satu-satunya yang tersisa adalah menangis. Itu menjadi
tangisan pertamanya di sekolah.
Ajaibnya, kesadaran
Andi kembali.
"Mama?
Papa?" kata Andi, heran. "Ini dimana?"
Ayah Andi
dan ibu Andi saling berpandangan. Banyak pertanyaan muncul mengisi benak
mereka, yang kemudian buyar saat tangisan Doni semakin kencang.
"Tanggung
jawab, anak orang nangis tuh," kata ayah Andi, menyindir istrinya.
"Cup-cup-cup,
maapin tante dong. Gimana cara tante untuk berterima kasih, " kata ibu
Andi kepada Doni.
"B-b-ba-iyaar
b-bak-so..... T-tad-di be-lum."
Ibu Andi
mengangguk paham.
"S-saya
juga mau.... P-pul-aang! MAMAAA!"
********** Chapter 3 Selanjutnya ***********
daftar isi:
- Kesurupan chapter 1
- Kesurupan chapter 2
- Kesurupan chapter 3
- Kesurupan chapter 4
- Kesurupan chapter 5 ------(segera)
Quote: "Ketika kau mengatakan bahwa hidupmu baik-baik saja, maka hidupmu akan baik-baik saja."
*Jika Anda menyukai artikel di Blog ini… atau buat Kamu yang gak mau ketinggalan cerita menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’. Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit di Blog Dreaming Galaxy.
#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#
Thank's for
reading this article... ^_^
0 Komentar