KESURUPAN (Chapter 3)/ Awal Yang Buruk

February 26, 2017 Add Comment
KESURUPAN (3)

Author: @paizinpalmap di Wattpad  ^_^

PERHATIAN: (Sebelum Membaca Artikel Ini)

Kalau kamu belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan chapter 1/ Kesurupan chapter 2 .

Ok happy reading guys!! ^_^

kesurupan chapter 3/wattpad/paizinpalmap


#CHAPTER 3

Awal Yang Buruk

"RUMAH kamu dimana?" tanya ayah Andi, di tengah perjalanan mengantar Doni pulang.

Doni masih tersedu-sedu. Sulit baginya untuk langsung menanggapi segala jenis pertanyaan dalam waktu singkat, dan setelah mengingat-ingat bahwa pertama petualangannya kembali gagal, dia kembali menangis sekencang mungkin.

"Maafin tante dong," kata ibu Andi.

Akhirnya, setelah beberapa menit dilalui dengan penuh kebisingan, dan lebih banyak kebingungan yang dialami ayah Andi karena Doni tak kunjung menjawab sehingga yang bisa dilakukan hanyalah memutar mobil di jalan yang sama, Doni berkata,"D-di depp-an, di sbel-ah kir-i."

"Di sini?" tanya ayah Andi, menatap Doni melalui kaca spion.

"K-kej-jauhan."

"Oh, yang disebelah tambal ban, ya?"

Doni mengangguk, menyedot ingusnya, dan entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang salah. Dia merasa ada sesuatu yang harus dikatakan---sesuatu yang penting.

"Jadi rumah kamu yang i...."

BOOM!!!

Seisi mobil panik, kecuali Doni. Dia baru ingat bahwa hal yang terlupakan, baru ingat bahwa hal yang harus dikatakan adalah, "mama sering bilang hati-hati kalau main di luar, apalagi dijalan yang ada didepan tambal ban. Di situ sering ditebar ranjau paku." Doni menyedot ingusnya, lagi.

Semuanya turun dari mobil. Secara tiba-tiba seorang pria paruh baya menjulurkan lehernya, menatap ban belakang mobil yang pecah dengan pandangan iba. Bahwa dia tampak akan menangis.

"Pasti karena ranjau paku! Heran.... Masih ada saja orang cari duit dengan cara yang keji. Mari kita berdoa agar gigi pelaku rontok semua." kemudian dia tersenyum, tak ada gigi dimulutnya.

Ayah Andi dengan nada jengkel berkata, "tolong di urus."

Hanya butuh beberapa langkah untuk sampai dirumah Doni. Ayah Andi, sebagai kepala keluarga, mengetuk pintu rumah Doni sementara istrinya sebisa mungkin menghapus jejak kekerasan fisik yang menimpa Doni. Setelah agak yakin Doni bersih dari tanda-tanda kekerasan fisik, pintu rumah Doni mendadak terbuka. Seorang wanita muncul dengan wajah bingung.

"Doni?"

"MAMA! T-TADDI DIJEWER!" jerit Doni seraya berlari memeluk ibunya.

Ibu Doni memandang satu per satu anggota keluarga Andi dengan tatapan menyeleksi. Andi menggeleng dengan wajah yang seakan berkata, "saya bersih."

"B-bukan saya," ujar ayah Abdi panik.

"Saya bisa jelasin...." ibu Andi mengaku.
****************
Baik Doni maupun Andi yakin sudah menjulurkan lehernya sejauh mungkin, dan jika ingin lebih panjang lagi, maka satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah lewat operasi pemanjangan leher. Tetapi satu  katapun tak kunjung terdengar. Padahal jarak antara tangga dengan ruang tamu tidak terlalu jauh. Namun percakapan antara ibu Doni dan kedua orang tua Andi tak bisa didengar, dan itu membuat Doni ragu. Ketiga orang dewasa itu mungkin tidak sedang mengobrol, melainkan melakukan kontak batin.

Doni dan Andi menghabiskan tiga puluh menit penuh dengan menjulur-julurkan leher, dan sepakat bahwa itu menjadi kebodohan pertama yang mereka lakukan bersama-sama. Tiga puluh menit selanjutnya mereka habiskan dilantai dua, dengan satu menit pecakapan seperti, "Hai!" dan dijawab, "Hai juga!" dan dua puluh sembilan menit sisanya dilalui keheningan panjang. Mereka sama-sama yakin kalau pertemuan ini tak akan banyak membawa perubahan, bahwa hari-hari selanjutnya akan berlalu begitu saja, dan mereka akan saling melupakan.

Namun keesokan harinya, tepatnya pada saat pelajaran pertama dimulai, didalam kelas 1-A Doni tahu ada kebijakan baru yang tercipta. Ternyata pembicaraan antara ibunya dengan kedua orang tua Andi tak cuma percakapan kosong belaka.

"Sebelum pelajaran dimulai, kebetulan kalian akan mendapat teman baru yang secara kebetulan di pindahkan ke sini, ke kelas ini...."

Kalau harus disebut kebetulan, ini pasti kebetulan yang terencana, pikir Doni ketika anak yang dimaksud, anak yang dipindahkan secara, "kebetulan" masuk.

"Namanya Andi, dan dia kebetulan akan menjadi teman sebangku Doni."

"Saya gimana, pak?" protes anak perempuan yang adalah teman sebangku Doni.

"Kebetulan sekali kamu harus pindah."

"Kenapa, pak?"

"Atau nilai kamu terjun bebas secara kebetulan."
****************
Menempatkan Doni dan Andi dalam kelas yang sama merupakan tindakan yang sangat tepat. Jika lazimnya fenomena kesurupan menimpa seseorang seperti layaknya perhelatan akbar, yang tentunya jarang terjadi, lain halnya dengan Andi. Kesurupan yang seharusnya menjadi demikian sakral berubah menjadi cerita picisan, murahan, dan hampir tak ada nilai. Sesungguhnya tanpa disadari oleh siapapun, Andi telah menjelma menjadi orang yang paling gampang kesurupan di dunia.

Seminggu menjadi teman sebangku Andi membuat Doni lupa akan petualangan pribadinya. Bahkan, dia mulai ragu apakah perjalanan mengelilingi sekolah sebanding dengan apa yang dialaminya seminggu ini.

Andi menawarkan petualangan yang tak mungkin didapatkan oleh anak kelas satu SD. Ketika kebanyakan anak kelas satu SD diajarkan mengenai nama-nama binatang, Doni sudah lebih dulu mengalahkan buaya, menundukkan harimau, dan menangkap kodok yang tentu saja semua binatang itu diwakili oleh satu tubuh, yaitu Andi. Namun kebanyakan kisah kepahlawanannya tak berakhir bahagia, terutama bagi Andi yang harus bersedia disiram kuah bakso setiap kali kesurupan.

Tetapi tentu saja ada kabar baiknya. Hanya dalam dua minggu semenjak Andi menjadi teman sebangku Doni, mereka mendadak terkenal. Bisa dibilang mereka menjadi anak kelas satu paling populer, dan mungkin dalam waktu singkat akan menjadi anak paling populer di sekolah. Kebanyakan murid menganggap Andi yang gampang kesurupan dan Doni, satu-satunya orang yang dapat menyadarkan Andi, sebagai siswa percontohan. Bagi mereka kesurupan setiap saat adalah sesuatu yang patut ditiru.

"Eh, tahu gak, kemarin Andi godek-godek makan beliung lho!"

Andi Godek-Godek adalah nama beken Andi.

"Wihhh, keren banget!"

"Tapi masih lebih keren waktu Doni nyiram Andi pake kuah bakso."

"Eh.... Doni itu yang ngikutin Andi kayak sekretaris, kan?"

"Iya."

"Romantis banget......"

Memasuki minggu ketiga, desas-desus mengenai Doni dan Andi semakin tak terkendali. Mereka mendadak menjadi anak paling populer di sekolah, sebelum akhirnya kabar mengenai  fenomena Andi yang gampang kesurupan terdengar oleh para orang tua, dan semuanya seketika berbanding terbalik. Pada minggu kelima mereka menjadi anak yang paling dijauhi disekolah. Mereka  mendadak dikucilkan.

Para orang tua rupanya tak setuju dengan keberadaan Andi. Meraka khawatir kalau suatu saat menemukan anaknya didapur sedang mengunyah kuali. Jadi, cerita-cerita buruk tentang Andi dibuat-buat. Mereka juga menanamkan stigma buruk yang pada intinya melarang anak mereka dekat-dekat dengan Andi.

Maka, sebagai teman sebangku Andi, Doni menjadi orang nomor dua yang dikucilkan satu sekolah. Dan tanggapan-tanggapan yang positif berubah negatif.

"Eh, kemarin Andi godek-godek makan beling lagi lho!"

"Serius?"

"Iya, mereka aneh banget, kan?"

"Tapi masih lebih aneh lagi pas setiap kali Doni nyiram Andi pake kisah bakso."

"Iya, aneh...."
**************
Tapi semua perlakuan buruk itu masih belum apa-apa dibandingkan dengan sesuatu yang menunggu mereka di akhir masa-masa SD. Jika kebanyakan orang tua menyambut kelulusan anaknya dengan air mata bahagia, orang tua Andi menyambut dengan air mata kesedihan. Bahkan ibunya hampir jatuh pingsan.

Hari itu langit sedang cerah. Orang tua Andi sana halnya dengan para orang tua yang dengan bangga menyambut keberhasilan anaknya. Mereka amat senang, mereka memeluk Andi, dan Andi membalas dengan tawa jahat, yang berarti bahwa dia kesurupan. Doni dengan bangga mengeluarkan semprotan air garam dari sakunya, menyemprot alis Andi, dan mengusap alis Andi dengan perlahan.

Enam tahun tak cuma berlalu tanpa adanya kreasi. Dalam hal ini, tentu saja masih ada sangkut pautnya dengan Andi yang sangat amat gampang Kesurupan dan Doni yang bisa menyadarkannya. Ketika suatu pagi, setelah sebelumnya Andi kesurupan bahkan sebelum sempat sarapan. Dia mengeluh, "kenapa harus kuah bakso?" maka semenjak hari itu Doni bertekadu untuk mengetahui sebab-akibat, meneliti lebih jauh mengenai aspek tertentu yang menjadikan kuah bakso terhubung dengan hal-hal berbau gaib, dan dia berhasil.

Seperti halnya penemuan besar lainnya, penemuan Doni tentu saja tak didapat dalam satu malam. Butuh dedikasi yang tinggi, semangat pantang menyerah, belasan ribu kegagalan untuk kemudian pada hari kelulusannya, pada hari dimana dia dan Doni akan bersiap menjadi jenjang SMP, dia dengan bangga menyerahkan hal riset bertahun-tahun. Kesimpulan yang didapat adalah: Air garam harus dioleskan pada alis Andi dengan tangannya. Ternyata penyebab kenapa kuah bakso menjadi begitu berarti karena mengandung garam.

Namun ada sisi kelam dibalik keberhasilan riset Doni. Belasan ribu kegagalannya harus dibayar sangat mahal. Dan itu harus dibayar kontan ayah Andi saat mamang bakso mengucapkan kata-kata paling horor, "bakso, belum bayar, sembilan puluh juta."
************
Di SMP nasib Doni dan Andi sama buruknya dengan di SD. Urutan ceritanya masih sama : mula-mula mereka terkenal, lalu para orang tua memberi stigma buruk pada mereka, kemudian mereka dikucilkan. Dan kalaupun ada beda nya dengan di SD, yaitu pada hari senin yang terik. Saat itu jam pulang sekolah, dan Andi yang baru setengah jalan menyeberangi halaman sekolah mendadak kesurupan. Doni sudah siap mengambil ancang-ancang. Tangannya menggenggam erat semprotan air garam yang dibawanya kemana-mana, namun diurungkannya. Pandangannya tertuju pada seorang ibu yang menunjuk Andi secara frontal. Kemudian ibu itu menatap anaknya.

"Kamu tahu kenapa Andi Frustasi bisa gampang kesurupan?" tanya si ibu.

Andi Frustasi adalah nama beken Andi di SMP.

"Gak tahu." jawab si anak.

"Dulu dia normal. Tapi gara-gara kena kutuk sama ibunya, dia berubah."

"Kena kutuk?" tanya si anak penasaran.

"Iya, Kena kutuk. Dia dikutuk karena tidak mau makan sayur," jelas si ibu, wajahnya meyakinkan. "Jadi, kamu sekarang masih gak mau makan sayur? mau kena kutuk juga?"

"Gak mau.... Gak mau kena kutuk.... Gak mau makan rumput!" jawab si anak, menunjuk Andi yang mengunyah rumput dengan hikmat. Melihat Andi mengunyah rumput, Doni merasa gagal sebagai sahabat.

Dengan menggunakan Andi sebagai efek untuk menasihati anaknya, ibu itu telah melangkah lebih jauh dari pada orang tua lainnya. Maka semenjak hati itu ikat pinggang Doni mengikat lebih kencang. Dia harus siap dengan segala kemungkinan yang ada.
**************
Sudah sembilan tahun sejak pertama kali Doni dan Andi bertemu. Banyak perubahan terjadi dalam rentang waktu sembilan tahun. Misalnya masa pubertas yang merenggut pipi tembem Doni, atau Andi yang tak lagi gampang menangis, atau yang paling penting, yaitu bagaimana cara mereka menghadapi ke abnormal-an yang telah lama terjadi, dan memutuskan untuk tidak pasrah. Mereka melawan.

Banyak hal telah berubah, kecuali bahwa Andi yang gampang kesurupan dan Doni yang selalu berada di tempat kejadian. Dan hari ini mereka akan diuji sekali lagi, karena ini adalah hari yang cukup penting : Hari Pertama Masuk SMA.

Andi agak optimis hari ini. Dia terus berbicara mengenai kesan baik dihari pertama, menatap penuh arti kepada siapapun yang memandangnya, entah itu para orang tua, murid, ataupun para murid yang kayak orang tua. Dia agak optimis jadi ini. Dia yakin pengalaman yang sudah-sudah mengajarkan sedikit banyak hal-hal yang harus diingat.

Sementara Doni, dengan pikiran yang melayang mengingat kejadian yang sudah-sudah, berpikir agak realistis, atau bisa dibilang rasional. Dia tak mau banyak berharap.

"Ini awal yang baru, Don!" kata Andi. Kita gak akan pernah dikucilkan lagi. Kita pasti bisa jadi anak paling populer, dan terus-terusan populer. Harus!"

"Oke," balas Doni dengan suara kayak orang diujung maut. "Lo duluan aja ke kelas. Gue nanti nyusul, kebelet pipis nih!"

Tetapi di dalam WC Doni tak jadi pipis. Mungkin sejak awal tak ingin pipis. Mungkin dia hanya terlalu gelisah, terlalu cemas mengandaikan apa lagi yang akan di lakukan Andi. Mungkin dia terlalu cemas memikirkan bagaimana cara mereka melalui tiga tahun di SMA, setelah dikucilkan di SD maupun di SMP. Atau mungkin, lebih buruk lagi, dia kena kencing batu.

Doni melewati koridor dengan agak cemas. Dia selalu berhenti setiap kali ada kerumunan, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa tak ada kabar mengenai murid baru yang kesurupan. Untungnya setiap kerumunan yang dilewatinya cuma menggosipkan hal-hal yang tidak penting seperti, "aku kok gendutan!" jika kerumunan itu berisi anak perempuan, dan menceritakan hal-hal seperti, "aku kok jelekkan!" jika kerumunan itu berisi murid laki-laki.

Namun sewaktu melewati kerumunan terakhir sebelum sampai di kelas, apa yang dia takutkan terjadi.

"Ada murid baru kesurupan?" tanya anak perempuan berkepang.

"Iya! Tadi gue liat sendiri pas dia tiba-tiba ngamuk minta susu!" jawab anak laki-laki yang juga berkepang.

"Minta susu?"tanya Doni.

"Lo, anak kelas satu, kan?" kata anak laki-laki berkepang.

Doni mengangguk. Dia menyesal sudah bertanya.

"Pergi sana! Di sini cuma boleh anak kelas tiga!"

"Jangan ganggu kami yang sedang bergunjing!" seru anak perempuan yang berkepang. "Dan jangan datang kembali!"

Maka Doni berlari panik menuju kelas pertamanya di SMA. Di depan kelas murid-murid berkumpul, wajah-wajah asing menumpuk di depan jendela. Doni menghela napas berat. Sepertinya Andi harus menutup rapat-rapat harapannya, kali ini dia kesurupan terlalu cepat.

Didalam kelas, persisnya ditengah kerumunan murid, Doni mendengar teriakan manja, "AKU MAU SUSU!"

Sejenak Doni bimbang terhadap apa yang di dengarnya. Doni sudah lama mengenal Andi, dan sembilan tahun adalah waktu yang cukup untuk menganalisa secara utuh betapa cemprengnya suara sahabatnya. Dan ketika dia berhasil menembus kerumunan murid, ternyata bukan Andi, bukan sahabatnya.

Pertanyaan baru pun muncul : Di mana Andi berada? Doni sudah menelusuri hampir ke setiap sudut kelas, tapi nihil. Dia tak menemukan Andi. Fakta bahwa Andi bisa kesurupan kapan saja mendadak membuat nya takut, khawatir menemukan Andi kesurupan dengan gaya yang paling nyeleneh. Namun diambang pintu, terdengar suara gemertak yang mencurigakan, yang ternyata berasal dari Andi.

"Ngapain sembunyi di balik pintu?" tanya Doni.

"Anak dikelas kita kesurupan. Gue butuh tempat untuk berlindung," jelas Andi panik. "Kita harus memberi kesan baik, Don. Kali ini kita akan populer seutuhnya!"

Meskipun Doni kurang yakin bersembunyi di belakang pintu membantu Andi menghindari makhluk-makhluk yang ingin merasukinya, namun ketika melihat semangat Andi yang sangat besar, seketika aroma yang jarang muncul kecuali di saat-saat penuh keyakinan tercium. Yaitu bau harapan (atau bau ketek).

Kali ini mereka benar-benar satu pikiran. Mereka akan memulai awal yang baru. Rekam jejak mereka masih bersih. Mereka sepakat akan memberi kesan baik pada minggu pertama, memilih ekskul yang tepat pada minggu kedua, dan populer pada minggu ketiga. Begitulah rencananya.

Tetapi, mungkin mereka terlalu ambisius. Boro-boro memberi kesan baik pada minggu pertama, bahkan belum satu jam si Andi sudah bikin ulah. Hedeh.....

"Nama saya....." ujar Andi ragu-ragu saat memperkenalkan diri di depan kelas, "nama saya Lukman."

"Hai, Lukman," jawab seisi kelas, kecuali Doni. Dia tahu dia harus bertindak karena sahabatnya, Andi, lagi-lagi kesurupan.

Doni harus segera bertindak. Namun ketika dia berdiri, guru yang mengajar dikelasnya menegur, "hargai temennya dong! Dia lagi memperkenalkan diri. Kamu tinggal dimana, Lukman?"

Maka Andi, yang dirasuki Lukman, melanjutkan, "saya tinggal di pohon yang ada di belakang sekolah. Jadi, buat yang suka pipis sembarangan, apalagi kalau sampai pipis di pohon saya, siap-siap aja di kebiri."

********** tunggu Update-an Chapter 4 Selanjutnya ***********

 Daftar isi :
1    .      Kesurupan(chapter 1)
2    .      Kesurupan(chapter 2)
3    .      Kesurupan(chapter 3)
4    .      Kesurupan(chapter 4)
      .   Kesurupan(chapter 5)----(segera )

*Quote : "Setiap orang tak bisa memilih penampilannya sejak lahir. Jadi setiap orang harus bersyukur dan menjalani hidupnya masing-masing."

*Jika Anda menyukai artikel di Blog ini… atau buat Anda yang gak mau ketinggalan cerita menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’. Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit di Blog Dreaming Galaxy.


#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri­__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#

Thank's for reading this article... ^_^

KESURUPAN (Chapter 2)/ Anak Laki-Laki yang Kesurupan

February 01, 2017 Add Comment
KESURUPAN (2)

Author: @paizinpalmap di Wattpad  ^_^
----Kalau kamu belum membaca chapter sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan chapter 1.

Ok haapy reading guys!! ^_^

kesurupan (part2)/wattpad/paizinpalmap

#CHAPTER 2
Anak Laki-Laki yang Kesurupan

BARU beberapa menit yang lalu Doni diantar ayahnya, namun ketika dia menatap kelas-kelas yang berjejer, menatap dinding kusam yang sebenarnya sama sekali tak ada istimewanya, seluruh sendi-sendi ditubuhnya menyentak dan berteriak, 'PETUALANGAN! - PETUALANGAN!'.

Doni mengangguk-angguk seolah menyetujui ajakan sendi-sendi di tubuhnya. Dia baru setengah jalan menuju kelasnya, berharap bahwa hari ini dia bisa mencuri beberapa menit untuk memulai petualangan yang tertunda, atau beberapa jam. Dia boleh-boleh saja berharap para guru tak memergokinya berada diluar kelas seperti kemarin, dan berpura-pura tersesat ketika mencari WC. Tetapi hari ini, lagi-lagi dia akan gagal. Percayalah.

"Idih, sombong banget dia!" seru salah seorang anak perempuan sambil memandang kedua temannya. "Kok bisa sih?"

"Iya, dia cuma godek-godek gak jelas," jawab temannya. "Jahat, kan? Padahal sudah disapa baik-baik!"

"Kok bisa anak kayak gitu ada di 1-B?" ujar anak perempuan yang ketiga. " kok kita bisa sekelas sama dia?"

Langkah Doni terhenti. Peristiwa di kantin, mamang bakso tikus, dan anak laki-laki dengan tampang keracunan memenuhi kepalanya. 1-B? Itu kan persis disebelah 1-A, persis disebelah kelasnya! Dan anak yang godek-godek itu.... Jangan-jangan....

"Pergi yuk," kata ketiga anak perempuan itu bersamaan. "Eh, samaan! Eh, samaan lagi! Eh, samaan lagi! Eh, samaan lagi!

Mereka pun pergi sambil cekikikan, terus mengulang ucapan yang sama seraya melalui koridor, dan segera lenyap dibelokan. Seluruh sendi-sendi ditubuh Doni kembali berteriak, sehingga peristiwa dikantin, mamang bakso tikus, dan anak laki-laki dengan tampang keracunan segera terlupakan. Dia melanjutkan langkahnya.

Namun lagi-lagi langkah Doni terhenti. Kali ini sekerumunan murid keluar dari kelasnya, tak menyisakan ruang untuk menyusup masuk kedalam kelas. Dia memandang heran ekspresi mereka yang kebanyakan takjub sementara beberapa lainnya pasrah terseret arus. Akhirnya Doni bisa melanjutkan lembali langkahnya, meskipun nasibnya persis sama dengan beberapa murid dengan ekspresi pasrah tadi----dia terbawa arus kerumunan yang mendadak muncul dari belakang. Dia pasrah.

Pada awalnya Doni berharap seseorang bersedia menjelaskan ke mana dirinya akan dibawa, dan tepat beberapa detik berselang harapannya terkabul. Beberpa orang bersedia menjelaskan ke mana mereka akan pergi, meskipun secara tidak langsung.

"Kita ke UKS? Dia anak kelas satu?"

"Iya! Kan gue sudah bilang dari tadi!"

"Masa sih kepalanya godek-godek?"

"Astaganaga!"

"Jadi beneran ada anak kelas satu yang kesurupan, kepalanya godek-godek, dan dibawa ke UKS?"

"IYA!"

"Tapi kesurupan itu apa, ya?"

"Gak tahu."

Akhirnya, tibalah mereka di depan UKS. Doni terdampar ke salah satu jendela UKS. Ingatan mengenai kantin, mamang bakso tikus, dan anak laki-laki dengan tampang keracunan kembali jelas, dan matanya kini tertuju ke salah satu tempat tidur. Ternya firasatnya benar, ternyata anak yang dibicarakan sejak tadi adalah dia, adalah ana laki-laki yang kemarin.

"Jangan ada yang masuk, diluar aja, ya," ujar seorang pria dari dalam UKS yang adalah seorang guru. Kakinya yang terus bergerak-gerak jelas sekali menunjukan bahwa dia panik, meskipun dia tampak berusaha menahannya." kalian harusnya sudah ada di kelas sekarang."

Tapi tak satupun murid yang mendengarkan.

"Mundur, semuanya! Ini bukan kebun binatang lho!"

Doni pernah pergi berkunjung ke kebun binatang sebelumnya. Tapi jika dibandingkan, UKS saat ini jauh lebih seru. Dia melongo menatap anak laki-laki yang kemarin, yang tampangnya masih kayak orang keracunan.

"Saya, sebagai satu-satunya orang yang ditugaskan untuk menjaga anak ini, menghimbau kepada siapapun yang berada di depan UKS untuk pergi dengan tenang. Semuanya sudah dalam kendali saya.."

"Termasuk darah di hidung bapak?" sela seorang murid.

"Semuanya sudah dalam kendali saya, termasuk darah dihidung saya. Saya berdarah karena.... MINGGIR, SEMUANYA! SAYA BERDARAH! SAYA BERDARAH!"

Semuanya panik, murid-murid berhamburan. Namun keadaan kembali terkendali saat beberapa guru datang, dan segera menyuruh para murid kembali ke kelas.

Doni berjalan menuju kelas dengan perasaan lega. Dia yakin bahwa dia tak harus melakukan apa-apa, bahkan dia tak yakin kalau dia bisa melakukan apa-apa. Lagi pula ada beberapa guru di UKS. Semuanya akan baik-baik saja.

*****************
Saat itu adalah pelajaran PKN. Guru PKN sudah mengelilingi setiap penjuru kelas, memainkan intonasi suara, bahkan wajahnya pun juga juga dipermainkannya setiap kali memberi penekanan pada beberapa kalimat, namun tak satupun kata singgah di telinga Doni. Dia memandang jenuh ke jendela kelas, menatap keluar dengan gelisah. Baranglali dia akan terus menulikan telinganya sampai akhir pelajaran, tapi telinganya seketika berfungsi menangkap beberapa kata, atau beberapa kalimat, atau sebenarnya dia terang-terangan menguping percakapan sepasang suami istri di depan kelas.

"Anak kita gak pernah kayak gini sebelumnya...."

"Ini salah mama. Anak kita pasti tetap baik aja kalau dia gak ke sekolah. Dia pasti gak akan kesurupan."

"Enggak! Ini salah papa! Karena papa yang ngantar ke sekolah."

"Dia sebenarnya gak mau ke sekolah. Seandainya saja mama gak maksa...."

Semuanya akan baik-baik saja, pikir Doni.

"Mana mungkin! Tadi mama denger kalau sudah ada duapuluh paranormal, dan anak kita belum juga sadar. Mana mungkin semuanya akan baik-baik aja!"

Doni sering menghabiskan waktunya di depan TV, dan salah satu acara favoritnya adalah sulap. Dia pernah menonton seorang pesulap berupaya membaca  pikiran, tapi dia tak pernah menduga..... Bahkan dia sempat kesulitan menemukan kata-kata untuk di ucapkan dalam benaknya. Mustahil, pikir Doni, apa mereka bisa membaca pikiran?

"Seandainya saja bisa.... Seandainya aja papa bisa membaca pikiran. Papa harap papa bisa nemuin kalimat yang bisa bikin mama tenang."

Suami-istri itupun pergi. Sekarang telinga Doni mampu menangkap secara utuh suara yang sejak tadi memenuhi kelasnya.

"Sebagai warga negara yang baik, kita wajib untuk membantu sesama."

Doni merengut. Dia sebenarnya mau membantu sesama. Namun bagaimana bisa dia diharapkan. Mampu menyelesaikan sesuatu yang bahkan orang dewasa pun tidal bisa. Bahkan dia sendiri masih belum tahu apa itu kesurupan. Bahkan ini baru hari keduanya di sekolah.

Tiba-tiba salah seorang anak bertanya, "kenapa kita harus membantu sesama, pak guru?"

"Karena tolong-menolong itu wajib, dan tidak memandang umur."

Doni termenung.

"Jadi, siapa yang mau membantu sesama?"

Kecuali Doni, semua anak dengan ketek terangkat berseru, "SAYA!"

"Kamu kenapa gak angkat tangan? Kamu gak mau membantu sesama, Doni?"

Doni mengangguk dalam diam. Dia baru ingat bahwa masih ada yang harus dia lakukan, bahwa masih ada yang bisa dia lakukan. Dia mengangkat tangannya dengan terburu-buru.

"Saya mau izin ke WC, pak."

****************
Doni memang tidak tahu apa itu kesurupan. Tapi ini bukan kali pertama anak dengan tampang keracunan itu kepalanya godek-godek. Dia pernah menanganinya sekali, dan yang dia perlukan adalah semangkuk bakso. Mungkin. 

Kantin saat itu hampir kosong melompong, tak tampak satupun murid sejauh mata kecilnya memandang. Doni berjalan sembunyi-sembunyi menuju mamang bakso, berharap dirinya tak dipergoki guru selagi memesan. Bisa dibilang ini adalah tindakan ilegal. Dia harus berhati-hati jika tidak ingin tertangkap seperti kemarin.

"Kamu ngapain di sini? Sekarangkan belum istirahat?"

"Shhh! Bisa kita langsung ke topik utama? Terus terang saya gak punya banyak waktu dan gak suka basa-basi," kata Doni, dengan suara seakan-akan dia adalah kriminal kelas berat. "Saya butuh....." dia meraba-raba semua saku yang dimilikinya, "bisa beli kuahnya aja?"

"Waduh, gak bisa. Saya bisa rugi."

"Setengah mangkuk?"

"Hmm...." Gumam mamang bakso seraya memejamkan matanya. Seakan-akan memikirkan perhitungan yang rumit. "Bisa."

Maka dengan mata yang masih mengawasi setiap sudut kantin, Doni menanti dengan sabar. Dia harus sabar saat mamang bakso dengan amat-sangat-lelet mengambil sejumput kecil bihun dari dalam gerobaknya, terutama ketika mamang bakso menggaruk pantatnya. Dan pada saat pesanannya sudah jadi, buru-buru dia menyambar, namun gagal. Kecepatan tangannya dikalahkan oleh tangan mamang bakso yang sudah lebih dulu mencengkram tangannya.

"Kamu anak yang kemaren, ya?" tanya mamang bakso.

Doni mengangguk lemah.

"Soal kemaren...." mamang bakso memandang was-was. "Jangan kasih tau siapa-siapa, ya!"

"Iya!"

Mamang bakso melepas cengkeramannya. Dengan segera Doni menyambar mangkuk baksonya untuk dibawa pergi, namun gagal lagi. Tangan mamang bakso ternyata berhasil meraih mangkuk bakso Doni.

"Terus....misalnya ada yang nanya : kenapa bakso di kantin enak banget? Bilang aja : karena pakai daging ayam, bukan daging tikus."

Doni mengangguk. Kilau kejahatan muncul dari matanya saat dia berkata, "tapi saya ngutang dulu."

Dan dengan segera Doni "lenyap" tak berbekas.

***************
Sesampainya di UKS, ternyata situasinya sudah tidak terkendali. Anak dengan tampang keracunan itu sekarang tak hanya godek-godek. Dia sudah memasuki tahap yang lebih tinggi lagi, dia memegangi celanaya erat-erat sambil berteriak, "BUKA CELANA! BUKA CELANA!" dan meronta-ronta, menepis banyak tangan yang memeganginya.

Harus cepat, pikir Doni. Dia harus sesegera mungkin mengulang apa yang telah dia lakukan kemarin, sebelum anak dengan tampang keracunan itu bertindak lebih jauh. Tapi kerumunan orang menahannya untuk tidak melangkah lebih jauh. Dan sesungguhnya mereka bukan orang biasa. Mereka  paranormal.

"Siapa namanya?" tanya  paranormal kedua puluh, menunjuk anak dengan tampang keracunan.

"Andi," jawab suami-istri itu serempak.

"Ehem.... Jadi, sebenarnya makhluk halus yang merasuki Andi sudah gak betah. Katanya dia sudah bosan sama Andi."

"Terus kenapa dia gak pergi-pergi?" tanya ibu Andi, sewot. "Terus bilangin sama dia, kalau Andi juga ogah dirasuki sama dia!"

"Bagaimana anda bisa tau apa yang ingin Andi katakan?"

"Siapa sih yang mau temenan sama orang 'sombong'?"

"Oh.... Itu gak penting," kata paranormal yang kedua puluh, "yang ingin saya katakan adalah.... Bahwa tubuh Andi-lah yang tak membiarkan makhluk halus itu pergi. Ini kasus yang langka. Saya nyerah.... Gak tau mesti gimana lagi."

"Maksudnya Andi mau deket-deket sama makhluk sombong itu? Itu maksudnya?"

"Bukan Andi, tapi tubuhnya. Bisa dibilang itu seperti reaksi yang tak bisa ditolak. Duh.... Pokoknya semacam itulah."

"Gak mungkin, gak mungkin!" kata ayah Andi mendadak, menggeleng dengan gaya dramatis. "Apa ini gara-gara papa?"

Sekarang giliran ibu Andi yang menggeleng dengan gaya dramatis, membuat ke dua puluh  paranormal bingung. Sedangkan Doni, yang saat ini mulai pegal memegang mangkuk  bakso, hanya bisa mendengarkan tanpa mampu menembus kerumunan  paranormal.

"Papa ngomong apa sih?" kata ibu Andi, masih menggelengkan kepalanya, seolah memberi tanda jangan.

"Mama pasti tahu apa yang papa maksud."

Ibu Andi masih menggeleng, malah tambah kencang.

"Ini pasti karna papa nyebok pake tangan kanan!" ucap ayah Andi dengan penuh penyesalan.

"Tapi papa kan kidal! Kan gak mungkin papa makan pake tangan yang sama buat nyebok!"

Sementara ayah Andi mengangguk pelan,  paranormal yang kedua puluh melirik Andi yang terus berteriak, "BUKA CELANA! BUKA CELANA!" entah kenapa dia mendadak iba dengan anak kecil itu.

"Jadi gimana nasib anak saya? Gimana nasib Andi?" tanya ibu Andi panik.

 Paranormal yang kedua puluh menghela napas, lalu dengan suara berat menjawab, "hanya keajaiban.... Kita butuh keajaiban."

"Keajaiban?"

Mereka salah. Sesungguhnya yang dibutuhkan bukan hanya keajaiban, melainkan sesuatu yang lain. Dan Doni mengetahui dengan cukup jelas, bahkan sangat jelas, bahwa apa yang dibawanya adalah jawabannya. Dia sangat yakin.

Bahkan, terlalu yakin sampai berani menjerit, "SAYA TAU!"

Semua mata memandang, menatap anak kecil yang berdiri di sudut. Kerumunan   paranormal yang  menghalanginya akhirnya terbuka.

"Mungkin saya bisa bikin Andi sadar," kata Doni. Dia berjalan mendekati Andi. Tangannya dengan jelas melakukan apa yang seharusnya dia lakukan sejak tadi : Menyiram wajah Andi dengan kuah bakso, persis seperti kemarin. Hanya saja.... Tak terjadi apa-apa. Andi masih kesurupan.

"Pantas anak saya gak mau sekolah! Jadi gara-gara kamu!" bentak ibu Andi.

Doni panik. Dia yakin apa yang dilakukannya sudah benar, tak ada yang tertinggal. Dia terus berusaha mengingat-ingat, dan tiba-tiba berseru, "OH!"

"Oh?" kata ibu Andi, bingung. "Harusnya kamu minta maaf!"

Tapi Doni tak menggubris. Dia mengangguk yakin saat menatap Andi yang di piting empat orang. Tangan kecilnya berusaha menjangkau wajah andi, menyeka wajahnya, dan berteriak, "AAAAHHH!" ketika ibu Andi menjewer telinganya.

"Sudah berapa kali kamu nyiram Andi pake kuah bakso?" tuduh ibu Andi.

Seperti layaknya anak kecil kebanyakan, yang hampir pasti tak tahan menerima tuduhan keras semacam ini, maka satu-satunya yang tersisa adalah menangis. Itu menjadi tangisan pertamanya di sekolah.

Ajaibnya, kesadaran Andi kembali.

"Mama? Papa?" kata Andi, heran. "Ini dimana?"

Ayah Andi dan ibu Andi saling berpandangan. Banyak pertanyaan muncul mengisi benak mereka, yang kemudian buyar saat tangisan Doni semakin kencang.

"Tanggung jawab, anak orang nangis tuh," kata ayah Andi, menyindir istrinya.

"Cup-cup-cup, maapin tante dong. Gimana cara tante untuk berterima kasih, " kata ibu Andi kepada Doni.

"B-b-ba-iyaar b-bak-so..... T-tad-di be-lum."

Ibu Andi mengangguk paham.

"S-saya juga mau.... P-pul-aang! MAMAAA!"

**********  Chapter 3 Selanjutnya ***********

 daftar isi: 
Quote: "Ketika kau mengatakan bahwa hidupmu baik-baik saja, maka hidupmu akan baik-baik saja."

*Jika Anda menyukai artikel di Blog ini… atau buat Kamu yang gak mau ketinggalan cerita menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’. Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit di Blog Dreaming Galaxy.


#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri­__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#

Thank's for reading this article... ^_^



Share in Facebook

Yang Sedang Dibaca Orang-orang

Ikuti fanspage Dreaming Galaxy ID ^-^