Saya Pasti Bisa - motivasi untuk mu

July 26, 2017 Add Comment
Gue: “hey! Loe knape lesu begindang? Kayak org yg gak punya tujuan hidup, oh ya atau tadi pagi lo nggak makan ye makanya lesu begitu.. Iyakan gak makan pasti nih”
Dia: “nggak usah asal ngomong ye gue makan kok tdi pagi. Cuma Iya nih, gue lagi kurang bersemangat aja, gue kayak gak tahu apa yg harus dilakukan. Bener sih kata lo gue sperti org yg gak punya tujuan hidup”
Gue: “gini ya.. Menurut gue keadaan kurang bersemangat itu jangan dibiarkan lama-lama ye, nanti lo nggak berkembang-kembang (**dikira_bunga_kali_ye_berkembang) Dan impian lo lambat terwujud.. (**kata_gue_yg_so_memberi_nasihat)
Dia : “terus gimana dong lo ada saran apa kek untuk gue lakukan supaya gue lebih bersemangat menjalani hidup ini.”
Gue : “ Ada sih.. Kali ini coba deh lo baca teks dibawah ini.. Kali aja baterai semangat lo kembali terisi :D”
Dia :”teks apa sih, mana?”
Gue : “itu dibawah dibaca ye ...”
Itulah sedikit percakapan antara gue dan dia yang ada di imajinasi gue..:))

#SAYA PASTI BISA#
By.(Merry Riana-I’m Possible)

BUMI akan kering TANPA HUJAN. Begitu juga hidup, tidaklah lengkap tanpa TUJUAN. Tidak ada yang salah untuk BERFANTASI sebab setiap orang bebas BERMIMPI!!

MIMPI.. MIMPI.. dan MIMPI..

 Mungkin kamu sudah BOSAN mendengar kata MIMPI.. bosan, karna KAMU pernah dikecewakan.
“Ah.. Buat apa bermimpi tinggi-tinggi!! Toh itu tidak akan pernah terjadi..”
Memang, mimpi BERBEDA dengan kenyataan. Tapi ANTARA mimpi dengan kenyataan, ada sebuah JALAN. Dan HARI INI saya ingin bilang, bahwa NASIB itu BISA DIUBAH!! KESEMPATAN masih TERBUKA.. dan mimpi itu BISA menjadi NYATA. Tapi semua itu, tergantung dari satu pertanyaan.

 “Apakah kamu bisa??” “SAYA PASTI BISA!!”

Dan saya ingin kamu INGAT ERAT kata-kata ini.. “SAYA PASTI BISA!”

Pikirkan sebuah mimpi yang ingin kamu nikmati di masa depan nanti... Entah itu punya kendaraan pribadi atau jalan-jalan keluar negeri. Membuka usaha atau membangun keluarga kecil bahagia. APAPUN itu semua BISA, asalkan kamu GIGIH dan terus BERUSAHA. Memang semua itu tidaklah gampang.. Bisa jadi mimpimu di HINA orang, bisa jadi mimpimu di TENTANG!

Tapi saat SEMUA ORANG memandang kamu dengan SEBELAH MATA, disaat semua orang MEREMEHKANMU, PESIMIS dan TERTAWA..

Saya ingin kamu percaya, “SAYA PASTI BISA!”, “KAMU PASTI BISA!”, Bukan hanya menjadi seorang PEMIMPI, tapi menjadi seorang PEMENANG yang berhasil MEWUJUDKAN mimpi. Kamu pasti bisa bukan hanya berkata-kata, tapi juga BERKARYA, memberikan BUKTI NYATA. Memang semua itu tidaklah mudah. Tapi itulah yang membuat kamu JUARA.

 Ketika kamu berani MELANGKAH dan MENGAMBIL TINDAKAN, kamu akan menemui KESULITAN, TANTANGAN, RINTANGAN, GODAAN, COBAAN. Ketika kamu menemui semua itu lalu MENGELUH, kamu akan menjadi LEMAH.. dan TERJATUH...:( Ketika kamu terjatuh, semua jalan terasa BUNTU-semua harapan pun buntu!!  Tapi SADARLAH, itulah ujianmu. Ujian yang harus dihadapi dengan KETEGARAN HATI.

Gagal? Bangkit Lagi! Gagal!? Bangkit Lagi! Gagal?! Bangkit Lagi! Gagal...!? Bangkit Lagi!

INGAT mimpi, FOKUS akan tujuan, dan YAKINLAH semua kesulitan itu pun akan BERLALU. Selama kamu masih PUNYA HARAPAN, selalu pasti ada JALAN. Selama kamu masih percaya Tuhan, tidak ada yang perlu ditakutkan. Sekalipun badai mengahadang, saya ingin kamu bilang “SAYA PASTI BISA!”

Bukan karna tidak ada RINTANGAN, maka kamu OPTIMIS.. Tapi karna kamu OPTIMIS, maka kamu akan berani MENGHADAPI semua rintangan... Bukan karna hal itu MUDAH, maka kamu YAKIN kamu bisa... Tapi karna KAMU YAKIN kamu BISA, maka hal itu pun menjadi MUDAH... Bukan karna HARI INI INDAH, maka kamu BAHAGIA, tapi karna KAMU BAHAGIA, maka HARI-HARI kamu pun menjadi INDAH..

Tiap kali rasa RAGU menghampiri, setiap kali kamu TIDAK percaya diri... Ucapkan ini dengan sungguh-sungguh dalam hati “Saya Percaya Saya Bisa!, Mencapai impian? Saya Bisa! Mengambil Tindakan? Saya Bisa!, Bangkit Dari Kegagalan? Saya Bisa!”---- “Saya bisa dengan DO’A.” “Saya bisa dengan USAHA.” “SAYA PASTI BISA!” untuk Keluarga, Bangsa dan Negara. (SAYA PASTI BISA!)

Pesan ini untuk kamu yang sedang BERJUANG, saat ini saya ingin bilang.. Bahwa SUKSES itu adalah HAK SEMUA ORANG. Tapi tidak semua orang mau memperjuangkan Hak nya. KAMU adalah seorang PEMENANG. Kamu TERLAHIR sebagai seorang PEMENANG. Dan kamu pun akan MENINGGALKAN hidup ini sebagai seorang PEMENANG. ---Tapi semua itu tergantung dari SATU pertanyaan.. ‘Apakah Kamu Bisa?’

Saya yakin sekarang, KAMU PASTI SUDAH TAHU jawabannya..:)

Okray!! Gimane cuy?? Sudah merasa terisi baterai semangatnya..:D Tetap setia ye berkunjung ke web ‘Dreaming Galaxy' ini.. Oh ye buat yang gakmau ketinggalan kereta eh berita maksudnya, yuk ikuti halaman fb "Dreaming Galaxy ID" 👈klik ATAU cukup kalian klik -sukai- di Box Fb Yang Ada Di Bawah,👇 yess?!👇

Oh ya, 👉SHARE juga biar semakin banyak yg tahu o_O

KESURUPAN (Chapter 6)-Nenek Moral

July 21, 2017 Add Comment
KESURUPAN (6)

Author: @paizinpalmap di Wattpad
PERHATIAN: (Sebelum Membaca Artikel Ini)
Kalau kamu belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan (chapter1)/ Kesurupan (chapter 2)/ Kesurupan (chapter 3)/ Kesurupan (chapter 4)/ Kesurupan(chapter 5).

Ok, happy reading guys!! ^-^

#CHAPTER 6
 
kesurupan part 6/wattpad/paizinpalmap
Nenek Moral  

SUDAH beberapa hari lewat sejak penyusupan ke Sektor Enam Belas. Doni merasa ada yang berubah. Belakangan ini Andi seakan-akan menjauh darinya, meskipun mereka berada di kelas yang sama. Andi hanya bisa ditemui saat pelajaran dimulai. Dia selalu menghilang selepas pelajaran, dan mereka semakin jarang mengobrol. Tapi bukan itu masalah utamanya.

Beberapa hari ini Rina hampir tak bisa ditemui. Kalaupun bertemu, itu cuma sekilas lihat, itu pun dari jauh. Doni galau. Dia bingung memikirkan di mana letak kesalahannya. Kenapa semua ini terjadi? Kenapa sahabatnya menjauh? Kenapa Rina ikut-ikutan menjauh? Apa semua ini karena dia pingsan di Sektor Enam belas?

Namun keesokan harinya akhirnya Doni tahu kenapa Andi dan Rina menjauh. Alasannya berbeda dengan yang dia pikirkan.

"Don, sekarang gue tau kenapa gue gak kesurupan," kata Andi di koridor sebelum pelajaran pertama dimulai. "Gue sudah seminggu gak kesurupan lho!"

"Yeee," balas Doni, suaranya tidak antusias.

"Gue yakin ini semua karena Rina," sambung Andi. "Ini gara-gara gue ngikutin Rina seminggu ini."

"Jadi... seminggu ini lo berduaan sama Rina? Cuma ber-dua?"

Andi mengangguk girang.

"Gue juga sudah bilang sama Rina biar gak ngajak lo lagi. Lo gak perlu repot-repot lagi ngurusin gue sekarang. Oke, dah... gue ke tempat Rina dulu."

Andi pergi sebelum Doni sempat bilang ingin ikut. Tanpa Andi seisi sekolah terasa asing. Dia kenal dengan banyak murid, tapi tak satu pun menginginkan keberadaannya. Mungkin ini saat yang tepat untuk membaur, membangun citra baru di hadapan murid-murid. Kali ini dia akan mencoba bergabung dengan sekelompok murid laki-laki di koridor.

"Lagi ngomongin apa nih?" ujar Doni, sok akrab. "Boleh gabung, kan?"

"Lo Doni temen Andi Pengebiri, kan?" kata anak laki-laki bertampang judes.

Doni mengangguk ragu-ragu. Dalam sekejap sekelompok murid laki-laki itu kabur, dan mereka pergi sambil menutup selangkangannya.

Doni menghela napas. Sekarang dia tak hanya menjadi orang aneh di sekolahnya. Dia adalah orang aneh yang sendirian.
*******************
Doni tak tahu pasti apakah betul penyebab seminggu ini Andi tak kesurupan adalah Rina, atau hanya kebetulan. Yang dia tahu, di sekolah ini hanya ada dua orang yang menganggapnya teman, atau mungkin hanya dua orang yang melihat dia sebagai manusia: Andi dan Rina. Dan ketika waktu istirahat tiba, secara kebetulan Doni bertemu mereka di kantin. Mereka ber-dua sedang mengobrol.

"Kalian... kalian lagi ngomongin apa?" kata Doni yang menatap dengan wajah minta diajak bergabung.

"Ini kami lagi bicara mengenai rencana penyusupan kedua," Rina menjelaskan.

"Sektor berapa? Kapan? Gue boleh gabung gak?"

"Lo gak perlu maksain diri, Don," kata Andi tiba-tiba. "Lo gak perlu khawatir... sekarang gue gak bakal kesurupan lagi, karena ada Rina."

Rina tersenyum ke arah Andi. Tiba-tiba udara terasa panas bagi Doni.

"Gue mau kok. Gue bersedia, sukarela, betul-betul mau ikut," Doni memohon.

"Lo lupa, ya? Lo kan pernah pingsan waktu di Sektor Enam Belas," kata Rina.

"Gue gak akan pingsan lagi kok. Gue sekarang beda. Gue sudah gak nonton drama Korea lagi. Gue sekarang kuathh!" kata Doni, berusaha meyakinkan Andi dan Rina.

"Jangan deh, Don. Gue khawatir lo pingsan lagi," balas Rina dengan wajah khawatir.

"Iya, Don. Lagian gue gak mau gotong lo untuk kedua kalinya. Berat badan lo nambah tiga kilo kayaknya," kata Andi.

Akhirnya hari yang Doni takutkan datang. Dia tak menyangka hari itu datang begitu cepat. Dia tak menyangka bahwa akhirnya dia sudah tak punya alasan lagi untuk berada di dekat Rina. Dan dengan langkah tertatih-tatih, dia pergi.

Meskipun Doni pergi, percakapan di antara Andi dan Rina terus berlanjut. Topik pembicaraan mereka bukan lagi soal rencana penyusupan kedua mereka.

"Kenapa lo ngebet banget jadi normal?" tanya Rina.

"Gue mau kayak lo. Gue mau disapa banyak orang. Gue mau punya banyak temen," jawab Andi serius.

"Oh, gitu... tapi lo sadar gak kalau lo punya sesuatu yang gak pernah gue miliki?"

Andi menggeleng bingung.

Rina melanjutkan, "Lo punya sahabat."

Tiba-tiba anak laki-laki berponi ganda menyapa, "Hai, Rina."

Sambil bingung, tak siap menerima sapaan, Rina membalas, "Hai..."

"Toni."

"Hai, Toni."
*****
Sekarang Doni benar-benar orang aneh yang sendirian. Dia duduk di kantin keesokan harinya sewaktu jam istirahat, memesan semangkok bakso untuk dirinya sendiri, dan menatap murid-murid di sekitarnya yang balik melihat, dan menjauh. Dia sudah terlanjur dicap aneh.

Semangkok bakso pesanannya akhirnya tiba. Ada sedikit kesenangan yang muncul. Entah kenapa Doni mendadak ingat hari pertama bertemu Andi, yang diawali oleh semangkok bakso. Hari itu mereka masih terlalu kecil untuk paham, masih terlalu kecil untuk menyadari bahwa takdir akan mengikat mereka, memaksa mereka untuk bersahabat.

Tetapi saat ini dia sendirian. Dia ditinggal sahabatnya.

"Gawat, Don!" seru Rina, yang mendadak muncul. "Andi sekarang di UKS! Dia kesurupan lagi! Gue gak tau kenapa dia tiba-tiba kesurupan, tapi yang jelas dia harus sadar secepatnya!"

Doni menaruh semprotan air garam di atas meja, menyodorkannya ke arah Rina, lalu menuangkan dua sendok cabe rawit ke dalam mangkok baksonya.

"Ayo kita pergi! Kan cuma lo yang bisa nyadarin Andi!" desak Rina.

"Lagi makan, jangan ganggu," jawab Doni.

"Gue kecewa sama lo... gue kira lo bukan jenis orang yang melakukan sesuatu atas kepentingan pribadi. Ternyata lo cuma orang yang ninggalin sahabatnya sendiri, cuma mengincar keuntungan. Dan kalau itu sudah gak menguntungkan, maka lo pergi."

Rina buru-buru pergi, tergesa-gesa ketika mengambil semprotan air garam di atas meja. Doni menyantap semangkok baksonya, memaksa diri untuk menikmati setiap suapnya, dan berhenti, menyisakan sedikit kuah.

"Mau tambah?" tanya mamang bakso seraya mengintip mangkok bakso Doni. "Enggak? Kalau begitu semuanya delapan ribu."

Doni mengamati sedikit kuah di dalam mangkok baksonya, dan termenung sebelum akhirnya berlari sambil membawa mangkok baksonya.

"JANGAN KABUR!" teriak mamang bakso. "SAYA TAU SIAPA KAMU! SAYA TAU NAMA KAMU!" Kemudian dia mencegat seorang murid yang sedang lewat, dan bertanya, "Dia siapa?"
**************************
Setibanya di UKS, Doni kaget melihat kondisi Andi. Untunglah dia segera sampai. Kali ini Andi dirasuki oleh makhluk yang berbahaya, dan ini tidak bisa dibiarkan.

"Lepass-iin!" seru Andi, meronta-ronta ketika tangan dan kakinya dipegangi para guru dan Rina. "Aku cuma mau ngupil!"

"Gak akan gue lepasin!" kata Rina. "Gue gak akan ngebiarin lo ngupil pake jempol kaki! Cukup lobang hidung sebelah kiri aja! Cukup sebelah kiri! Gak akan gue biarin yang kanan juga!"

Doni, yang melihat dari ambang pintu, mendadak semakin panik. Dia sempat melihat lubang hidung Andi sekilas. Dengan lubang sebesar itu Andi pasti bisa menyedot lima tawon yang lagi terbang bulat-bulat.

"Maaf, gue telat," kata Doni ketika menghampiri Rina.

"Doni..." ujar Rina, wajahnya agak kaget. "Tapi gue sudah ngabisin semprotan air garamnya! Gimana nih?"

"Sudah gue duga—makanya gue bawa ini," balas Doni sambil mengangkat mangkok baksonya tinggi-tinggi, menumpahkannya ke wajah Andi dan menyeka wajahnya. "Masalah selesai."

Detik selanjutnya Andi sadar secara ajaib. Para guru yang memegangi Andi pun pergi. Sekarang, di dalam UKS, mereka bertiga saling melihat satu sama lain.

"Kok bau kuah bakso? Pake cabe rawit lagi! Gue tadi kesurupan, ya?" tanya Andi.

Doni dan Rina mengangguk lemah. Mereka khawatir Andi akan kecewa berat. Anehnya, Andi malah tersenyum meski agak sinis.

"Lo gak apa-apa, kan?" tanya Doni, memandang khawatir pada lubang hidung Andi yang sebelah kiri. "Kayaknya lo gak akan pernah jadi normal."

Andi tersenyum. Dia tak khawatir meski tidak menjadi normal. Dia sadar bahwa sebenarnya dia tak membutuhkan banyak teman. Dia hanya membutuhkan sedikit teman untuk dirinya sendiri. Sedikit teman yang bisa dipanggil sahabat .

"Kayaknya kami butuh lo deh," kata Rina kepada Doni. "Andi bisa aja kesurupan sewaktu-waktu dan keberadaan lo, meskipun lo sempat pingsan... lo mau ikut, kan? Gak apa-apa, kan?"

"Kan gue sudah bilang kalau gue sudah beda," jawab Doni riang. "Gue sudah gak nonton drama Korea lagi sekarang."

"Kalian ngerasa ada yang aneh gak?" kata Andi tiba-tiba. "Udara di sini kok jadi lebih lega, ya?"

"Perasaan lo aja," balas Doni. Dia menatap sistem penyaringan udara Andi yang sudah jebol.
*****
"Selamat datang di Sektor Enam. Penguasa tempat ini adalah Nenek Moral," ujar Rina.

Doni memandang ngeri pohon pisang di halaman belakang sekolah. Saat itu adalah penyusupan kedua mereka. Rina amat yakin kali ini dia pasti kesurupan, karena Sektor Enam berbeda dengan sektor lainnya.

"Banyak kasus kesurupan terjadi di sini, dan alasan kenapa penguasa tempat ini disebut Nenek Moral adalah?" kata Rina, yang kemudian menatap Andi, menyuruhnya menjawab.

"Karena nenek-nenek penguasa tempat ini suka merasuki orang yang dianggap kurang bermoral ataupun temannya," jawab Andi, "kemudian memberikan pesan moral."

"Jadi yang harus kita lakukan adalah?" kata Rina, yang kemudian memandang Doni, menyuruhnya menjawab.

"Menunjukkan betapa tak bermoralnya kita, dan gue yang pertama" balas Doni. "Gue pernah buang sampah sembarangan! Bukan cuma pernah, tapi sering!"

"Cuma itu? Yang kayak gitu sih banyak di mana-mana," Andi mencela. "Gue pernah nyontek pas ujian! Tapi gak jadi karena takut sama guru..."

"Kalian sama aja—cemen!" ejek Rina. "Gue... gue pernah minjem pena temen terus gak gue balikin! Gak cuma sekali, tapi berkali-kali!"

Lima menit pun berlalu. Pernyataan-pernyataan yang pada awalnya bertujuan untuk menunjukkan betapa rendahnya moral mereka, dengan harapan akan memancing Nenek Moral untuk merasuki salah satu dari mereka terutama Rina, malah menunjukkan betapa dongo-nya mereka.

"Gue pernah ngelewatin lingkaran api!" seru Andi.

Tak mau kalah, Rina berkata, "Gue pernah ngemis-ngemis sama pengemis dan pengemisnya ngasih gue duit sebelum kembali ngemis-ngemis!"

"Gue pernah mimpi lagi tidur waktu tidur padahal gue gak tidur!" Doni ikut-ikutan.

"Gue... gue nyerah!" kata Andi. "Kita bertiga emang anak baik-baik."

"Itu gak bener! Kita bukan anak baik-baik!" kata Doni, dengan suara yang seakan-akan menganggap dirinya manusia rendahan. "Gue pernah, sewaktu semprotan air garam ketinggalan di rumah, pake ingus buat nyadarin Andi yang lagi kesurupan!"

Spontan Andi menggosok-gosok alisnya. Dia juga berteriak, bicaranya mulai meracau saat bilang bahwa Doni yang paling tak "bermoral", keji, dan tak berperikemanusiaan sementara Rina bertepuk tangan sambil bilang, "Bravo! " seolah-olah menanti pengakuan Doni barusan.

Sejauh ini pernyataan Doni barusan adalah tindakan paling keji yang pernah dilakukan. Namun sama sekali tak ada tanggapan. Nenek Moral tak kunjung muncul. Dan mereka bertiga duduk pasrah di dekat pohon pisang.

"Kenapa sih lo suka dengan hal-hal berbau horor?" tanya Doni tiba-tiba kepada Rina.

"Gue suka horor karena di dalamnya ada ketegangan, petualangan... meskipun sebenernya, kalau dipikir-pikir lagi, pada akhirnya alasan-alasan itu sama sekali gak ada maknanya. Sama aja misalnya kalau gue bilang bahwa gue suka jeruk karena rasanya asam, tapi bukan berarti gue suka lemon, meskipun rasanya juga asam. Intinya, gue suka hal-hal berbau horor karena horor itu sendiri. Gak pake alasan."

Doni terpesona. Dia tak pernah mendengar Rina menjelaskan sesuatu panjang-lebar. Selain itu diam-diam dia mengambil pena dan menulis sesuatu di tangannya: Rina suka jeruk. Dia bahkan sudah berencana membeli jeruk besok pagi, namun urung saat Rina terkekeh dan berkata, "Tapi bukan berarti gue suka jeruk lho."

"G-gue juga enggak..." balas Doni gugup.

"Tapi kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?"

Doni termenung.

"Gue suka sama lo."

"Kok bisa? Kenapa?" tanya Rina.

"Gue suka sama lo karena di dalamnya ada keberanian, kebaikan hati... meskipun sebenernya, kalau dipikir-pikir lagi, pada akhirnya alasan-alasan itu sama sekali gak ada mak-na-nya..."

Kata-kata Doni terputus. Dia terlalu gugup untuk melanjutkan, atau terlalu takut untuk mengalami penolakan karena Rina cuma diam. Suasana mendadak hening.

"Gue juga suka sama lo," ujar Rina malu-malu. "Gak pake alasan."

"Jadi kita..." kata Doni ragu-ragu, "kita... p-pac-char-an?"

"Cung, pacaran itu dosa lho!" seru suara nenek-nenek yang ternyata berasal dari Andi.

Doni dan Rina saling memandang, lalu menemukan irama untuk berteriak, "NENEK MORAL!"

****************** TAMAT  *******************

Daftar isi :
Kesurupan(chapter 6)---- (The And)

*Quote : “Kata orang hidup itu pahit seperti kopi. Tidak apa-apa. Karena itu akan membuat mata kita lebih terbuka”.

*buat yang gak mau ketinggalan cerita lainnya, yuk ikuti Fanpage/halaman facebook kami 'DreamingGalaxy ID''. Cukup kalian klik-ini.  Okray! :D
Thank's for reading this article... ^_^

See you next time :v 

#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri­__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#

Kesurupan Chapter 5-Sektor Enam Belas

July 20, 2017 Add Comment
KESURUPAN (5)

Author: @paizinpalmap di Wattpad

PERHATIAN: (Sebelum Membaca Artikel Ini)
Kalau kamu belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan (chapter 1)/ Kesurupan (chapter 2)/ Kesurupan(chapter 3)/ Kesurupan (chapter 4) .

Ok, happy reading guys!! ^-^

#CHAPTER 5

kesurupan part 5/wattpad/paizinpalmap

Sektor Enam Belas 

DONI senang dengan fakta bahwa Rina bukan cewek yang gampang menyerah. Meski berkali-kali ditolak, dia masih berusaha mengajak Andi ikut serta dalam rencananya. Jarang ada cewek dengan sifat tekun, gigih, serta ulet sekaligus. Rina punya segala kualifikasi yang dimiliki
salesman.

Pada mulanya Rina memohon kepada Andi pada waktu-waktu tertentu, misalnya sewaktu jam istirahat, sepulang sekolah, atau pagi hari sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Namun dua minggu mengalami penolakan secara beruntun memaksanya bertindak tak mengenal tempat ataupun waktu. Contohnya ketika suatu waktu di tengah pelajaran bahasa Indonesia.
"Jadi ada yang tau salah satu contoh kalimat ajakan?"

Rina tiba-tiba nimbrung, dan dengan tergesa-gesa berseru, "Jadi gimana? Lo mau kan bantuin gue?"
Atau pernah suatu waktu ketika Andi di dalam WC dan dengan polos Rina berkata, "Bantuin gue dong..."

Atau pada suatu waktu di kantin, ketika di tengah berjubel murid yang mengantri Rina berlutut, matanya menatap Andi—suasana tiba-tiba mencekam bagi Doni—dan berkata, "Will you help me? Please say yes..."

"No. "

Tak ingin Rina melangkah lebih jauh, maka Doni turut serta dalam usaha membujuk Andi. Selama berhari-hari dia memikirkan cara paling ampuh untuk membujuk Andi agar mau membantu Rina. Tapi perenungan berhari-hari ternyata tak menghasilkan apa-apa. Dia hanya bisa melontarkan pertanyaan, "Kenapa sih lo gak mau bantuin Rina?"

"Kenapa gue harus mau bantuin Rina," Andi balik bertanya.
Tanpa sempat berpikir, terlintas begitu saja, Doni berkata, "Lo sadar gak kalau Rina orang pertama yang mau temenan sama kita?"
Andi terdiam sejenak, lalu dalam diam mengangguk setuju. Dalam hati Doni berteriak, "YES !"

*****

Maka sesaat setelah mata pelajaran terakhir selesai, Doni buru-buru mengajak Andi untuk menemui Rina. Namun, rupanya Rina sudah ada di pintu kelas, berlutut untuk yang kedua kalinya, menatap Andi dan berkata, "Will you help me? Please say yes..."

"I... will..." kata Doni terpesona. "Andi mau bantuin lo."
"Kok bisa?" ucap Rina heran.
Jadi setelah menceritakan kejadiannya ketika mereka di kantin, percakapan selanjutnya adalah rincian rencana dan persiapan apa saja yang dibutuhkan.

"Gue sudah dapet pengganti Mbah Sugeng. Jadi kita tinggal nentuin kapan dan di mana tempat yang jadi tujuan kita," Rina menjelaskan. "Tapi gue lupa bawa catatan gue. Ketinggalan di rumah."
"Lo gak masalah deket-deket sama kami, terutama sama gue?" tanya Andi.
"Emangnya kenapa?"
"Lo gak takut nanti dijauhin sama murid-murid yang lain?"
"Enggak tuh..."
"Lo yakin?"
"Hai, Rina," sapa anak laki-laki dengan wajah berminyak.
"Hai juga..."
"Franco," kata anak laki-laki dengan wajah berminyak. "Sendirian aja?"
"Enggak kok—ini ada Doni sama Andi."
"Oh... dah, Rina."

Anak laki-laki dengan wajah berminyak, dengan wajah yang bisa lengket di amplop kayak perangko, pergi.

"Kalian ada kegiatan setelah ini?" tanya Rina.
Doni dan Andi menggeleng.

*****
"Kita di sini aja. Ini tempat favorit gue soalnya," kata Rina.
Rina membawa Doni dan Andi ke perpustakaan di rumahnya. Di sana buku-buku berdesakkan. Judulnya pun bermacam-macam, mulai dari yang gampang seperti Kiat Sukses Meraih Cita-Cita, ada yang dalam bahasa Inggris seperti Rich Dad, Poor Dad, sampai dengan judul dalam bahasa Cina, India, Vietnam, dan sebagian lainnya yang dicurigai dalam bahasa alien. Dan Doni, yang saat ini menyentuh buku yang judulnya berwarna emas, semakin terpesona.

"Gue suka cewek berwawasan luas..."
"Buku bacaan gue bukan di sana, tapi di sini," ujar Rina, menunjuk ke sudut kecil, berdebu, dan suram.

Doni pindah ke sudut yang ditunjuk Rina. Kali ini judul buku-buku yang dia temukan agak aneh, seperti Diskriminasi dalam Sudut Pandang Pocong. Isinya mengenai psikologis pocong dan permasalahan sosialnya. Atau ada juga buku dengan muatan ekonomi, judulnya Budidaya Tuyul sebagai Pendukung Devisa Negara. Di sampul bagian belakangnya Doni menemukan komentar dari pakar ekonomi nasional: Buku ini harus menjadi pegangan wajib bagi mereka yang frustrasi pada laju ekonomi negara. Merdeka! Merdeka! Merdeka!

"Yah... paling enggak dia suka membaca," gumam Doni.
"Ehem... oke... kita mulai sekarang. Jadi, berdasarkan jumlah penampakan yang muncul, sekolah kita dibagi dua puluh tiga sektor yang dikuasai masing-masing makhluk halus." Rina membuka buku catatannya. Di dalamnya ada denah sekolah dan garis pembatas wilayah-wilayah. Di dalam masing-masing wilayah ada tulisan kecil-kecil, semacam penjelasan lebih rinci wilayah tersebut. "Jadi..."
"Tunggu dulu!" potong Andi. "Penampakan?"
"Iya... emangnya kenapa?" kata Rina.

"Tau gak sih penampakan artinya apa?" Rina menggeleng bingung. Lalu dengan enggan Andi berkata, "Artinya seram! Muka mereka pasti banyak yang ancur!"
"Enggak kok! Sebagian ada yang mukanya baik-baik aja, cuma badannya yang ancur!"
Doni menelan ludah. Ini jelas bukan sebagaimana lazimnya percakapan antara remaja tanggung.
Rina, yang sadar bahwa ucapannya malah membuat suasana makin suram, berkata, "Tenang... kalau gitu sektor pertama yang kita datangi yaitu Sektor Enam Belas. Penguasanya mbak-mbak... muka sama badannya masih utuh kok!"

"Mbak-mbak? Bisa ceritain lebih rinci gak?" tanya Andi bimbang.
"Gak bisa. Informasinya sedikit," jawab Rina, tangannya menunjuk tulisan kecil-kecil di dalam buku catatannya. "Maka dari itu sekarang kita siapin daftar pertanyaan buat mbak-mbak itu nanti."
"Contohnya apa?" tanya Doni, pura-pura ingin penasaran.
"Misalnya kayak: Apakah jumlah kebohongan seseorang berbanding lurus dengan jumlah penampakan yang dialaminya?" kata Rina.
"Gimana kalau: Apa pendapat Anda terhadap reaksi orang-orang yang melihat Anda?" ujar Doni.
"Ya, bagus... pertanyaan yang cukup sensitif sebenarnya, tapi oke."
"Kalau begini: Apakah kalian masih waras?" ujar Andi. Dia agak cemas sekarang.
"Kapan kita ke Sektor Enam Belas?" tanya Doni, berusaha mengalihkan topik pembicaraan ketika Rina agak jengkel.
"Kita akan menyusup nanti malam," kata Rina mantap.

*****
Penyusupan berjalan lancar. Untunglah penjagaannya tak seketat
skinny jeans Doni. Dengan mudah mereka segera melewati gerbang sekolah. Kebetulan saat itu penjaga sekolah sedang tidur.
Doni berjalan dengan hati-hati. Dia hampir selalu menoleh ke belakang setiap dua langkah, menoleh ke kiri setiap tiga langkah, dan menoleh ke kanan setiap empat langkah. Andi, yang berada paling depan, yakin bahwa Doni lagi sakit leher sementara Rina punya pendapat lain: Doni pasti lagi Senam Kesehatan Jasmani.

Akhirnya mereka bertiga tiba di Sektor Enam Belas. Ternyata letaknya berada di koridor di sekitar ruang kepala sekolah. Doni agak kesusahan sewaktu mengeluarkan kertas daftar pertanyaan dari saku
skinny jeans -nya. Dia membaca ulang beberapa pertanyaan, "Ehem... nama Mbak siapa? Kenapa bisa tinggal di sini?"

"Bagus... suara lo terdengar sopan," Rina menilai. "Sekarang kita tinggal berharap semoga keberadaan Andi menarik perhatian penguasa area ini. 'Semoga gue kesurupan'."
Mendengar kalimat terakhir Rina yang bernada penuh harap, Doni, dengan sepenuh hati dan semangat menggebu-gebu, berteriak, "HALO, MBAK-MBAK! HALO, MBAK-MBAK MUDA!"

"Shhh!" desis Andi. "Nanti penjaga sekolah bangun!"
Doni mendadak terbelalak.
"Ada apa? Lo lihat sesuatu?" tanya Rina penasaran.
Doni tak menjawab. Barusan dia melihat sekelebat bayangan putih. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa tadi cuma salah lihat. Mungkin tadi cuma karena faktor pencahayaan.
"Ngomong aja," kata Rina kepada Doni.

Namun bukan Doni yang selanjutnya berkata, melainkan Andi. Wajahnya pucat. Seraya menunjuk ke samping, suara cemprengnya terdengar, "Sekarang gue paham kenapa sektor ini penguasanya disebut mbak-mbak. Tadi gue lihat kuntilanak."

"G-g-gue su-dah tau," kata Doni gemetar.
"Kok bisa?" tanya Andi, penasaran sekaligus waswas.
"Dia ada di belakang lo sekarang," sahut Rina. "Agak seram ternyata..."
Leher Andi tiba-tiba kaku. Dia tak berani menoleh ke belakang. Dan yang selanjutnya terjadi adalah teriakan dan makian. Semuanya kacau, dan Doni sempat melempar kertas daftar pertanyaannya. Tanya-jawab dengan kuntilanak jelas bukan ide brilian.
"Tunggu sebentar! Dia ada di belakang gue sekarang," kata Andi, dengan ekspresi yang kurang sesuai—dia tersenyum. "Mbak-mbak Sektor Enam Belas di belakang gue..."
Doni agak bingung sekaligus takut sekarang. Apakah dilanda ketakutan bisa menghilangkan kewarasan seseorang?
"Don, lo sadar gak kalau gue gak kesurupan?" kata Andi. "Padahal ada makhluk kayak gini di belakang gue."
"Eh, bener juga tuh!" Rina membenarkan.
"Ini bukan saatnya untuk..."
"Gue normal, Don!" seru Andi sambil mengguncang-guncang bahu Doni. "Gue gak gampang kesurupan sekarang!"
"Kita harus lari dari..."
"Gue normal, Don!"
Beberapa saat kemudian mereka saling berpelukan sambil berlari menyamping, seakan ada api unggun di tengah mereka. Dan Doni terjebak dalam situasi di mana dia bahkan tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri.
"Gue gak kesurupan, Don!"
"Dia normal," kata Rina.
"Kuntilanak-nya sekarang di tengah-tengah kita!" bentak Doni.
"Bukan masalah gue," jawab Andi.
"Dia normal," kata Rina.
Doni pingsan.

********** tunggu Update-an Chapter 6 Selanjutnya (FINISH) ***********
Daftar isi :
Kesurupan (chapter 6)-(Chapter terAkhir/Finish)---- (segera )

Quote : "Mungkin karena kau membiarkan orang itu singgah terlalu lama di hatimu, itulah mengapa kau merasa terluka."

*buat yang gak mau ketinggalan cerita lainnya, yuk ikuti Fanpage/halaman facebook kami 'Dreaming Galaxy ID''. Cukup kalian klik-ini Okray! :D

Thank's for reading this article... ^_^ 

KESURUPAN (Chapter 4)/ Mbah Sugeng

July 18, 2017 Add Comment
KESURUPAN (4)

Author: @paizinpalmap di Wattpad ^_^
PERHATIAN: (Sebelum Membaca Artikel Ini)

Kalau kamu belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan chapter1/ Kesurupan chapter 2 / Kesurupan chapter 3 .

Ok, happy reading guys!! ^-^

#CHAPTER 4



Mbah Sugeng  

HANYA dalam beberapa hari desas-desus mengenai Andi menyebar. Sekarang kemungkinan untuk menjadi populer sirna. Andi mendapat julukan 'Andi Pengebiri'. Tiap murid laki-laki yang secara tak sengaja ditemuinya hampir pasti menutup  selangkangannya, berusaha menjaga sesuatu yang pantas dijaga. Pada minggu pertama Doni dan Andi sukses menjadi anak yang paling dihindari. Dalam artian lain: Dikucilkan.

"Salah kita apa?" , protes Andi.

"Mungkin kita terlalu istimewa untuk mereka, " balas Doni. Dia memandang setiap murid laki-laki yang menutupi selangkangannya.

"Gue capek kayak gini terus. Gue capek kesurupan terus. Gue cuma mau jadi normal...."

Doni hanya mengangguk, kali ini dia tak punya apa-apa untuk dikatakan. Sama dengan Andi, yang tak punya apa-apa untuk diharapkan. Dia sudah menurunkan targetnya. Menjadi normal rasanya sudah luar bisaa.

"Mau ikut gak?" kata Andi.

"Ke mana?"

"Ke WC, gue mau pipis. Pipis. Pipis.... Pipis, pipis, pipis, pipis, pipis," kata Andi terus begitu dengan nada yang konsisten. Makhluk yang merasukinya sepertinya belum pernah pipis seabad.

"Bisa gak sih ngomong lain selain pipis! "

Hening sejenak. Andi, atau entah siapa nama makhluk yang merasuki Andi, jatuh terduduk di lantai. Tapi kemudian dia tersenyum.

"Kencing.... Pipis, kencing, pipis, kencing, pipis," ucap Andi terus menerus, dan di ulang tanpa berhenti.

Setengah jengkel Doni mengambil semprotan air garam dari sakunya, menyemprotkannya ke wajah Andi dan mengusap alisnya. Seperti yang sudah-sudah, kesadaran Andi kembali.

"Gue kesurupan lagi?" tanya Andi.

Doni mengangguk lemah.

"Bahkan gue gak bisa pipis dengan tenang---yah, bocor deh...."
*******************

Masalah hadir untuk jawaban. Terkadang banyak dari kita yang melupakan hal itu. Banyak dari kita dengan pasrah menganggap suatu masalah tak akan terpecahkan, abadi, dan beranak-pinak. Barangkali sebenarnya jawaban dari masalah itu ada di dekat kita, hanya saja terinjak, berada di bawah kali kita tanpa disadari. Dan dalam kesempatan ini, tepatnya di koridor sekolah persis setelah pelajaran terakhir selesai, jawaban dari permasalahan Andi tepat berada dibawah kakinya, atau setidaknya begitulah yang tertulis pada selebaran :

"MENGATASI MASALAH TANPA MASALAH"

Anda punya masalah? Atau anda dianggap biang masalah? Silakan hubungi MBAH SUGENG : 085XXXXXXX

"Mungkin ini jawaban dari masalah kita!" satu Andi.

"Mungkin," jawab Doni ragu.

"Kenapa gak coba hubungi aja nomornya?"

Andi tak menjawab. Tapi dari matanya menunjukkan bahwa dia jelas tergoda. Dia segera menghubungi Mbah Sugeng.

"Gak dijawab, Don,"

"Mungkin dia lagi menyelesaikan banyak masalah. Coba hubungi terus."

Sekali lagi Andi mencoba menghubungi mbah sugeng, namun gagal. Andi terus mencoba tanpa henti, dan akhirnya berhasil ketika mereka tiba di luar gerbang. Yang didengar pertama kali adalah suara yang  bersahabat, lengkap dengan intonasi dari orang yang terbisaa mengiklankan diri------secara garis besar mirip suara call center, "Mengatasi masalah tanpa masalah. Dengan Mbah Sugeng di sini."

"Saya Andi." tiba-tiba Doni menarik lengan Andi, kemudian menunjuk pria yang membagi-bagikan selebaran. "Jangan sekarang, Don," bisiknya.

"Wah, kamu punya aura yang bagus. Saya bisa merasakan kehadiran kamu. Suara kamu terasa sangat dekat.... "

Sekali lagi Doni menarik lengan Andi, dan akhirnya dia paham maksud sahabatnya.

"Kayaknya kita emang.... Mbah lagi nyebarin selebaran, ya?"

Dengan sigap pria yang membagikan selebaran itu berbalik, buru-buru mengenakan turban yang disematkan pin Hello Kitty, dan dengan gaya sok berusaha menerka, "Masalah..... Kalian pasti jomblo!"

"Iya! Kok tau!" timpal Doni.

"Memang betul di era globalisasi ini kita dituntut agar tegas dalam segala hal, terutama dalam bidang asmara. Bahkan, waktu saya muda, padahal belum kenal tuh yang namanya internet, tapi saya dijauhi gara-gara jomblo. Tapi waktu itu saya belum kenal pelet..... Intinya, kejombloan membuat orang bisa dikucilkan. Kalian pasti dikucilkan!"

"Iya!" seru Doni dengan tatapan yang seakan berkata, "kenalin saya sama pelet dong!"

Mbah Sugeng mengangguk puas. Tebakannya tepat sasaran.

"Kami emang dikucilkan, tapi bukan karena jomblo. Masalah kami lebih serius, "kata Andi."

"Lebih serius?" kata Mbah Sugeng, yang mengambil kursi kecil di  belakangnya. "Silakan duduk-----saya saja yang akan duduk. Maksud saya silahkan cerita."

Andi mendadak bingung, tak tahu harus memulai dari mana. Perjalanan sembilan tahun bersama Doni bukanlah sesuatu yang mudah di rangkum. Hampir semuanya penting. Terutama saat pertemuan pertamanya dengan Doni, yang diawali oleh semangkuk bakso. Dia juga tak mungkin memotong tentang Doni yang bisa menyadarkannya dirinya kembali melalui cara-cara sederhana.

Maka selama setengah jam Mbah Sugeng duduk mendengarkan Andi, dan menyesal. Dia menyesal setelah tahu bahwa apa yang dihadapinya benar-benar serius, bukan persoalan gampangan yang bisa selesai dengan wajah meyakinkan, mulut yang bergetar, dan kepura-pura an bahwa masalah sudah terselesaikan.

"Kalau gitu kalian aja yang duduk, saya berdiri," kata Mbah Sugeng setelah Andi selesai bercerita.

Doni dan Andi duduk sekursi, menatap Mbah Sugeng yang mondar-mandir.

"Gimana, Mbah?" tanya Andi.

"Jadi persoalannya terletak di sini," kata Mbah Sugeng. Menunjuk yakin pada dada Andi, dan mendadak, tiba-tiba saja seluruh tubuhnya bergetar. Napasnya seakan tersendat beberapa saat, dan akhirnya kembali lega seraya berkata, "Barusan saya menutup pintu masuk menuju raga kamu, Andi. Gimana rasanya? Lega, kan? Lega, kan? Iya, kan!"

Andi tersenyum.

"Akhirnya," gumam Doni, dengan tampang yang seolah berkata, "Gue bebas!"

"Mengatasi masalah tanpa masalah," ujar Mbah Sugeng dengan gaya call center.

"Ampun, Sugeeeng!" bentak Andi, yang sudah jelas bukan lagi Andi karena suaranya mendadak renta, seperti orang yang tengah menunggu ajal.

"Semprot! Cepat semprot!" ujar Mbah Sugeng kepada Doni. "SEKARANG!"

Doni dengan sigap meraih semprotan air garam di dalam sakunya, namun suara renta mahluk yang merasuki Andi membentak, "APA?" kamu berani ngusir saya? Kamu gak tahu siapa saya?"

Doni menggeleng, panik.

"Saya pahlawan kemerdekaan! Kamu berani ngusir saya, setelah saya bersusah payah mengusir penjajah?"

Doni, sekali lagi, menggeleng.

"Kasih saya waktu. Saya ada urusan," ujar Andi. Dia berbalik menatap Mbah Sugeng yang mendadak kecut. "Hiduplah sebagai orang yang berguna bagi orang lain!"

"Amm-pun, kakek," cicit Mbah Sugeng. "Saya berguna kok..... motto saya aja mengatasi masalah tanpa masalah." Mbah Sugeng menunjukkan isi selebaran yang dia sebarkan. "Niat saya baik kok."

"Kamu masih ingat kan hukuman buat pembohong?"

"Ampun kakek...... Saya gak kuuaat.... Saya gak mau makan duren sama bijinya..... Saya gak suka duren. Lebih enak alpukat."
********************

Pertemuan dengan Mbah Sugeng ternyata tak banyak membantu, malah sebaliknya. Mbah Sugeng ternyata penipu ulung. Semenjak pagi tadi, sehari setelah bertemu Mbah Sugeng, Andi sudah kesurupan lima belas kali. Itu adalah rekor kesurupan terbanyak yang pernah dia lakukan dalam kurun 5 jam. Dan masih bisa bertambah lagi.

"Kita merdeka atas nama bangsa sendiri, atas nama darah pahlawan," ujar guru sejarah. "Banyak darah yang tertumpah, dan kita harus bangga akan hal itu! Dengan gagah mereka melawan dengan bambu runcing. Banyak korban berjatuhan. Di situ letak kesalahan mereka. Kenapa gak pake pis-tolll? Ambil kek dari penjajah, nyolong kek, atau minjem kalau takut dosa."

Tiba-tiba Andi mengangkat tangannya. Dari matanya Doni tahu Andi sedang serius. Tapi ini tetap mencurigakan.

"Ada apa, Andi?" tanya guru sejarah.

Sekarang Andi maju ke depan kelas.

"Siapa yang bilang saya pake bambu runcing? Kamu gak tahu apa-apa! Jangan hina para pahlawan!" bentak Andi, seraya menunjuk guru sejarah yang sekarang meringkuk di sudut kelas.

"K-ka-mu s-siap-pa ?" kata guru sejarah.

"Saya Karto, pahlawan kemerdekaan."
****************

"Itu kan bukan gue, tapi kakek Mbah Sugeng," keluh Andi, setelah beberapa menit yang lalu didampart guru sejarah. "Kenapa jadi nilai guey yang dikurang."

"Nilai gue juga," kata Doni. "Cuma gara-gara telat nyemprot lo pake air garam..... Eh! Semprotannya ketinggalan di kelas!"

"Pipis?"

"Bukan! Kuping lo kemasukan apa sih?"

"Pipis."

"Jangan bilang......"

"Pipis, pipis, pipis, pipis, pipis, pipis," ujar Andi terus-menerus, tanpa henti. Tubuhnya lagi-lagi di ambil alih makhluk yang menahan kencing selama satu abad.

"Setan pipis kembali!"

Ini adalah saat paling dilematis sebenarnya. Doni segera mungkin harus mengambil semprotannya dikelas dan menyadarkan Andi. Tetapi kembali ke kelas berarti meninggalkan Andi, dan itu membuka peluang terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Bahkan sekarang Andi berlari menghampiri siapa saya sambil menyodorkan selangkangannya. Sekarang dia lebih mirip penjahat kelamin ketimbang orang kesurupan.

Namun..... Tiba-tiba saja..... Seorang cewek muncul seraya menyodorkan semprotan yang tertinggal di kelas. Untuk lima detik awal Doni memandang penuh terima kasih, sementara dua ratus sembilan puluh lima detik selanjutnya terpesona. Dia tersadar sewaktu Andi menawarkan  selangkangannya dan berteriak, "Pipis!" dengan tarian striptis.

"Gue tahu reputasi kalian," ujar cewek yang membawa semprotan Doni, sesaat setelah Doni menyemprot Andi dengan air garam. "Gue butuh bantuan kalian."

"Nama...... Siapa......" ujar Doni terpesona.

"Oh, iya! Nama gue Rina."
****************

Rina adalah tipe cewek yang gampang terkenal. Rambutnya panjang terurai, wajahnya merah merona, tangannya ada dua, organ tubuhnya sehat-sehat, dan dia sering tersenyum tanpa perlu kehilangan kesan waras. Singkat kata: Dia adalah cewek paling populer di sekolah.

Namun di balik pesonanya yang luar bisaa, ada sisi kelam yang belum terungkap. Melalui percakapan singkat di kantin Doni dan Andi tahu bahwa Rina adalah pecinta berat horor. Tapi bukan itu sisi kelam yang belum terungkap. Ternyata, karena dipengaruhi oleh tontonan ataupun bacaan horor di rumahnya, diam-diam Rina menanamkan hasrat dalam hatinya, menginginkan sesuatu yang dihindari banyak orang, terutama oleh Andi jika mungkin. Diam-diam Rina ingin mengetahui bagaimana rasanya kesurupan.

Bisa dibilang rencana Rina agak jenius kalau bukan agak dongo. Andi, yang kita tahu adalah orang yang paling mudah kehidupan, akan digunakan sebagai magnet pemanggil makhluk halus. Dengan begitu Rina berharap probabilitas dirinya dirasuki akan meningkat tajam.

"Hai, Rina," sapa anak laki-laki berhidung mencong.

Dengan ragu-ragu Rina membalas, "Hai juga....."

"Jimmy."

"Hai juga, Jimmy."

Anak laki-laki berhidung mencong itu berlalu. Sejauh ini Rina sudah di-Hai oleh sebelas orang. Doni, diam-diam, semakin terpesona.

“Ternyata kamu populer banget….”

“Jadi gimana?” Tanya Rina, matanya memohon kepada Doni dan Andi.

“Nanti gimana kalau lo kesurupan? Siapa yang bakal tanggung jawab? Lo tau kan kalau Doni Cuma bisa ngusir makhluk halus dari tubuh gue?” jawab Andi.

“Gue siap tanggung jawab….” Gumam Doni sepelan mungkin.

“Kalau soal itu sudah  beres. Gue tau orang yang bisa menangani orang-orang yang kesurupan. Jadi pas gue kesurupan, kalian bisa telepon dia. Jadi gimana?”

“Kenapa gak sekalian aja minta dibikin kesurupan sama dia?” kata Andi.

“Mas, saya Rina, bikin saya kesurupan dong’. Gak mungkin kan gue ngomong kayak gitu?” sahut Rina.

“Jadi kenapa kami mau bantuin lo? Kenapa menurut lo kami bakal mau sementara orang lain enggak?”

“Karena kalian…. Kalian…. Eh…”

“Aneh?” potong Andi. “Karena kami gak punya temen?”

“Enggak, bukan kayak gitu….”

Tapi terlambat, Andi sudah pergi. Bagi Andi, yang saban hari kesurupan, menjadi normal beberapa  hari, dalam artian tidak kesurupan, adalah bentuk nyata dari liburan. Dia bersedia menukar apa saja untuk itu, sementara Rina berpikir sebaliknya. Kadang sesuatu yang dihindari oleh yang satu malah dihampiri oleh yang lain, yang ditolak oleh yang satu diterima oleh yang lain. Jika ketidakcocokan adalah alasan untuk saling membenci, itu dapat ditemukan dengan sangat mudah.

“Siapa sih orang yang bisa menangani orang kesurupan yang lo maksud?” tanay Doni penasaran.

“Namanya Mbah Sugeng.” Jawab Rina gampang. “Gue tau dari selebaran yang gue dapet beberapa hari yang lalu.”

************** Tunggu Update-an Chapter 5 Selanjutnya**************

Daftar Isi :
5.      Kesurupan (Chapter 5) -----( segera )

*Quote : “Kata orang hidup itu pahit seperti kopi. Tidak apa-apa. Karena itu akan membuat mata kita lebih terbuka”.
*Jika Anda menyukai artikel di Blog ini… atau buat Anda yang gak mau ketinggalan cerita menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’. Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit di Blog Dreaming Galaxy.
#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri­__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#


KESURUPAN (Chapter 3)/ Awal Yang Buruk

February 26, 2017 Add Comment
KESURUPAN (3)

Author: @paizinpalmap di Wattpad  ^_^

PERHATIAN: (Sebelum Membaca Artikel Ini)

Kalau kamu belum membaca bagian(chapter) sebelumnya, silahkan baca di: Kesurupan chapter 1/ Kesurupan chapter 2 .

Ok happy reading guys!! ^_^

kesurupan chapter 3/wattpad/paizinpalmap


#CHAPTER 3

Awal Yang Buruk

"RUMAH kamu dimana?" tanya ayah Andi, di tengah perjalanan mengantar Doni pulang.

Doni masih tersedu-sedu. Sulit baginya untuk langsung menanggapi segala jenis pertanyaan dalam waktu singkat, dan setelah mengingat-ingat bahwa pertama petualangannya kembali gagal, dia kembali menangis sekencang mungkin.

"Maafin tante dong," kata ibu Andi.

Akhirnya, setelah beberapa menit dilalui dengan penuh kebisingan, dan lebih banyak kebingungan yang dialami ayah Andi karena Doni tak kunjung menjawab sehingga yang bisa dilakukan hanyalah memutar mobil di jalan yang sama, Doni berkata,"D-di depp-an, di sbel-ah kir-i."

"Di sini?" tanya ayah Andi, menatap Doni melalui kaca spion.

"K-kej-jauhan."

"Oh, yang disebelah tambal ban, ya?"

Doni mengangguk, menyedot ingusnya, dan entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang salah. Dia merasa ada sesuatu yang harus dikatakan---sesuatu yang penting.

"Jadi rumah kamu yang i...."

BOOM!!!

Seisi mobil panik, kecuali Doni. Dia baru ingat bahwa hal yang terlupakan, baru ingat bahwa hal yang harus dikatakan adalah, "mama sering bilang hati-hati kalau main di luar, apalagi dijalan yang ada didepan tambal ban. Di situ sering ditebar ranjau paku." Doni menyedot ingusnya, lagi.

Semuanya turun dari mobil. Secara tiba-tiba seorang pria paruh baya menjulurkan lehernya, menatap ban belakang mobil yang pecah dengan pandangan iba. Bahwa dia tampak akan menangis.

"Pasti karena ranjau paku! Heran.... Masih ada saja orang cari duit dengan cara yang keji. Mari kita berdoa agar gigi pelaku rontok semua." kemudian dia tersenyum, tak ada gigi dimulutnya.

Ayah Andi dengan nada jengkel berkata, "tolong di urus."

Hanya butuh beberapa langkah untuk sampai dirumah Doni. Ayah Andi, sebagai kepala keluarga, mengetuk pintu rumah Doni sementara istrinya sebisa mungkin menghapus jejak kekerasan fisik yang menimpa Doni. Setelah agak yakin Doni bersih dari tanda-tanda kekerasan fisik, pintu rumah Doni mendadak terbuka. Seorang wanita muncul dengan wajah bingung.

"Doni?"

"MAMA! T-TADDI DIJEWER!" jerit Doni seraya berlari memeluk ibunya.

Ibu Doni memandang satu per satu anggota keluarga Andi dengan tatapan menyeleksi. Andi menggeleng dengan wajah yang seakan berkata, "saya bersih."

"B-bukan saya," ujar ayah Abdi panik.

"Saya bisa jelasin...." ibu Andi mengaku.
****************
Baik Doni maupun Andi yakin sudah menjulurkan lehernya sejauh mungkin, dan jika ingin lebih panjang lagi, maka satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah lewat operasi pemanjangan leher. Tetapi satu  katapun tak kunjung terdengar. Padahal jarak antara tangga dengan ruang tamu tidak terlalu jauh. Namun percakapan antara ibu Doni dan kedua orang tua Andi tak bisa didengar, dan itu membuat Doni ragu. Ketiga orang dewasa itu mungkin tidak sedang mengobrol, melainkan melakukan kontak batin.

Doni dan Andi menghabiskan tiga puluh menit penuh dengan menjulur-julurkan leher, dan sepakat bahwa itu menjadi kebodohan pertama yang mereka lakukan bersama-sama. Tiga puluh menit selanjutnya mereka habiskan dilantai dua, dengan satu menit pecakapan seperti, "Hai!" dan dijawab, "Hai juga!" dan dua puluh sembilan menit sisanya dilalui keheningan panjang. Mereka sama-sama yakin kalau pertemuan ini tak akan banyak membawa perubahan, bahwa hari-hari selanjutnya akan berlalu begitu saja, dan mereka akan saling melupakan.

Namun keesokan harinya, tepatnya pada saat pelajaran pertama dimulai, didalam kelas 1-A Doni tahu ada kebijakan baru yang tercipta. Ternyata pembicaraan antara ibunya dengan kedua orang tua Andi tak cuma percakapan kosong belaka.

"Sebelum pelajaran dimulai, kebetulan kalian akan mendapat teman baru yang secara kebetulan di pindahkan ke sini, ke kelas ini...."

Kalau harus disebut kebetulan, ini pasti kebetulan yang terencana, pikir Doni ketika anak yang dimaksud, anak yang dipindahkan secara, "kebetulan" masuk.

"Namanya Andi, dan dia kebetulan akan menjadi teman sebangku Doni."

"Saya gimana, pak?" protes anak perempuan yang adalah teman sebangku Doni.

"Kebetulan sekali kamu harus pindah."

"Kenapa, pak?"

"Atau nilai kamu terjun bebas secara kebetulan."
****************
Menempatkan Doni dan Andi dalam kelas yang sama merupakan tindakan yang sangat tepat. Jika lazimnya fenomena kesurupan menimpa seseorang seperti layaknya perhelatan akbar, yang tentunya jarang terjadi, lain halnya dengan Andi. Kesurupan yang seharusnya menjadi demikian sakral berubah menjadi cerita picisan, murahan, dan hampir tak ada nilai. Sesungguhnya tanpa disadari oleh siapapun, Andi telah menjelma menjadi orang yang paling gampang kesurupan di dunia.

Seminggu menjadi teman sebangku Andi membuat Doni lupa akan petualangan pribadinya. Bahkan, dia mulai ragu apakah perjalanan mengelilingi sekolah sebanding dengan apa yang dialaminya seminggu ini.

Andi menawarkan petualangan yang tak mungkin didapatkan oleh anak kelas satu SD. Ketika kebanyakan anak kelas satu SD diajarkan mengenai nama-nama binatang, Doni sudah lebih dulu mengalahkan buaya, menundukkan harimau, dan menangkap kodok yang tentu saja semua binatang itu diwakili oleh satu tubuh, yaitu Andi. Namun kebanyakan kisah kepahlawanannya tak berakhir bahagia, terutama bagi Andi yang harus bersedia disiram kuah bakso setiap kali kesurupan.

Tetapi tentu saja ada kabar baiknya. Hanya dalam dua minggu semenjak Andi menjadi teman sebangku Doni, mereka mendadak terkenal. Bisa dibilang mereka menjadi anak kelas satu paling populer, dan mungkin dalam waktu singkat akan menjadi anak paling populer di sekolah. Kebanyakan murid menganggap Andi yang gampang kesurupan dan Doni, satu-satunya orang yang dapat menyadarkan Andi, sebagai siswa percontohan. Bagi mereka kesurupan setiap saat adalah sesuatu yang patut ditiru.

"Eh, tahu gak, kemarin Andi godek-godek makan beliung lho!"

Andi Godek-Godek adalah nama beken Andi.

"Wihhh, keren banget!"

"Tapi masih lebih keren waktu Doni nyiram Andi pake kuah bakso."

"Eh.... Doni itu yang ngikutin Andi kayak sekretaris, kan?"

"Iya."

"Romantis banget......"

Memasuki minggu ketiga, desas-desus mengenai Doni dan Andi semakin tak terkendali. Mereka mendadak menjadi anak paling populer di sekolah, sebelum akhirnya kabar mengenai  fenomena Andi yang gampang kesurupan terdengar oleh para orang tua, dan semuanya seketika berbanding terbalik. Pada minggu kelima mereka menjadi anak yang paling dijauhi disekolah. Mereka  mendadak dikucilkan.

Para orang tua rupanya tak setuju dengan keberadaan Andi. Meraka khawatir kalau suatu saat menemukan anaknya didapur sedang mengunyah kuali. Jadi, cerita-cerita buruk tentang Andi dibuat-buat. Mereka juga menanamkan stigma buruk yang pada intinya melarang anak mereka dekat-dekat dengan Andi.

Maka, sebagai teman sebangku Andi, Doni menjadi orang nomor dua yang dikucilkan satu sekolah. Dan tanggapan-tanggapan yang positif berubah negatif.

"Eh, kemarin Andi godek-godek makan beling lagi lho!"

"Serius?"

"Iya, mereka aneh banget, kan?"

"Tapi masih lebih aneh lagi pas setiap kali Doni nyiram Andi pake kisah bakso."

"Iya, aneh...."
**************
Tapi semua perlakuan buruk itu masih belum apa-apa dibandingkan dengan sesuatu yang menunggu mereka di akhir masa-masa SD. Jika kebanyakan orang tua menyambut kelulusan anaknya dengan air mata bahagia, orang tua Andi menyambut dengan air mata kesedihan. Bahkan ibunya hampir jatuh pingsan.

Hari itu langit sedang cerah. Orang tua Andi sana halnya dengan para orang tua yang dengan bangga menyambut keberhasilan anaknya. Mereka amat senang, mereka memeluk Andi, dan Andi membalas dengan tawa jahat, yang berarti bahwa dia kesurupan. Doni dengan bangga mengeluarkan semprotan air garam dari sakunya, menyemprot alis Andi, dan mengusap alis Andi dengan perlahan.

Enam tahun tak cuma berlalu tanpa adanya kreasi. Dalam hal ini, tentu saja masih ada sangkut pautnya dengan Andi yang sangat amat gampang Kesurupan dan Doni yang bisa menyadarkannya. Ketika suatu pagi, setelah sebelumnya Andi kesurupan bahkan sebelum sempat sarapan. Dia mengeluh, "kenapa harus kuah bakso?" maka semenjak hari itu Doni bertekadu untuk mengetahui sebab-akibat, meneliti lebih jauh mengenai aspek tertentu yang menjadikan kuah bakso terhubung dengan hal-hal berbau gaib, dan dia berhasil.

Seperti halnya penemuan besar lainnya, penemuan Doni tentu saja tak didapat dalam satu malam. Butuh dedikasi yang tinggi, semangat pantang menyerah, belasan ribu kegagalan untuk kemudian pada hari kelulusannya, pada hari dimana dia dan Doni akan bersiap menjadi jenjang SMP, dia dengan bangga menyerahkan hal riset bertahun-tahun. Kesimpulan yang didapat adalah: Air garam harus dioleskan pada alis Andi dengan tangannya. Ternyata penyebab kenapa kuah bakso menjadi begitu berarti karena mengandung garam.

Namun ada sisi kelam dibalik keberhasilan riset Doni. Belasan ribu kegagalannya harus dibayar sangat mahal. Dan itu harus dibayar kontan ayah Andi saat mamang bakso mengucapkan kata-kata paling horor, "bakso, belum bayar, sembilan puluh juta."
************
Di SMP nasib Doni dan Andi sama buruknya dengan di SD. Urutan ceritanya masih sama : mula-mula mereka terkenal, lalu para orang tua memberi stigma buruk pada mereka, kemudian mereka dikucilkan. Dan kalaupun ada beda nya dengan di SD, yaitu pada hari senin yang terik. Saat itu jam pulang sekolah, dan Andi yang baru setengah jalan menyeberangi halaman sekolah mendadak kesurupan. Doni sudah siap mengambil ancang-ancang. Tangannya menggenggam erat semprotan air garam yang dibawanya kemana-mana, namun diurungkannya. Pandangannya tertuju pada seorang ibu yang menunjuk Andi secara frontal. Kemudian ibu itu menatap anaknya.

"Kamu tahu kenapa Andi Frustasi bisa gampang kesurupan?" tanya si ibu.

Andi Frustasi adalah nama beken Andi di SMP.

"Gak tahu." jawab si anak.

"Dulu dia normal. Tapi gara-gara kena kutuk sama ibunya, dia berubah."

"Kena kutuk?" tanya si anak penasaran.

"Iya, Kena kutuk. Dia dikutuk karena tidak mau makan sayur," jelas si ibu, wajahnya meyakinkan. "Jadi, kamu sekarang masih gak mau makan sayur? mau kena kutuk juga?"

"Gak mau.... Gak mau kena kutuk.... Gak mau makan rumput!" jawab si anak, menunjuk Andi yang mengunyah rumput dengan hikmat. Melihat Andi mengunyah rumput, Doni merasa gagal sebagai sahabat.

Dengan menggunakan Andi sebagai efek untuk menasihati anaknya, ibu itu telah melangkah lebih jauh dari pada orang tua lainnya. Maka semenjak hati itu ikat pinggang Doni mengikat lebih kencang. Dia harus siap dengan segala kemungkinan yang ada.
**************
Sudah sembilan tahun sejak pertama kali Doni dan Andi bertemu. Banyak perubahan terjadi dalam rentang waktu sembilan tahun. Misalnya masa pubertas yang merenggut pipi tembem Doni, atau Andi yang tak lagi gampang menangis, atau yang paling penting, yaitu bagaimana cara mereka menghadapi ke abnormal-an yang telah lama terjadi, dan memutuskan untuk tidak pasrah. Mereka melawan.

Banyak hal telah berubah, kecuali bahwa Andi yang gampang kesurupan dan Doni yang selalu berada di tempat kejadian. Dan hari ini mereka akan diuji sekali lagi, karena ini adalah hari yang cukup penting : Hari Pertama Masuk SMA.

Andi agak optimis hari ini. Dia terus berbicara mengenai kesan baik dihari pertama, menatap penuh arti kepada siapapun yang memandangnya, entah itu para orang tua, murid, ataupun para murid yang kayak orang tua. Dia agak optimis jadi ini. Dia yakin pengalaman yang sudah-sudah mengajarkan sedikit banyak hal-hal yang harus diingat.

Sementara Doni, dengan pikiran yang melayang mengingat kejadian yang sudah-sudah, berpikir agak realistis, atau bisa dibilang rasional. Dia tak mau banyak berharap.

"Ini awal yang baru, Don!" kata Andi. Kita gak akan pernah dikucilkan lagi. Kita pasti bisa jadi anak paling populer, dan terus-terusan populer. Harus!"

"Oke," balas Doni dengan suara kayak orang diujung maut. "Lo duluan aja ke kelas. Gue nanti nyusul, kebelet pipis nih!"

Tetapi di dalam WC Doni tak jadi pipis. Mungkin sejak awal tak ingin pipis. Mungkin dia hanya terlalu gelisah, terlalu cemas mengandaikan apa lagi yang akan di lakukan Andi. Mungkin dia terlalu cemas memikirkan bagaimana cara mereka melalui tiga tahun di SMA, setelah dikucilkan di SD maupun di SMP. Atau mungkin, lebih buruk lagi, dia kena kencing batu.

Doni melewati koridor dengan agak cemas. Dia selalu berhenti setiap kali ada kerumunan, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa tak ada kabar mengenai murid baru yang kesurupan. Untungnya setiap kerumunan yang dilewatinya cuma menggosipkan hal-hal yang tidak penting seperti, "aku kok gendutan!" jika kerumunan itu berisi anak perempuan, dan menceritakan hal-hal seperti, "aku kok jelekkan!" jika kerumunan itu berisi murid laki-laki.

Namun sewaktu melewati kerumunan terakhir sebelum sampai di kelas, apa yang dia takutkan terjadi.

"Ada murid baru kesurupan?" tanya anak perempuan berkepang.

"Iya! Tadi gue liat sendiri pas dia tiba-tiba ngamuk minta susu!" jawab anak laki-laki yang juga berkepang.

"Minta susu?"tanya Doni.

"Lo, anak kelas satu, kan?" kata anak laki-laki berkepang.

Doni mengangguk. Dia menyesal sudah bertanya.

"Pergi sana! Di sini cuma boleh anak kelas tiga!"

"Jangan ganggu kami yang sedang bergunjing!" seru anak perempuan yang berkepang. "Dan jangan datang kembali!"

Maka Doni berlari panik menuju kelas pertamanya di SMA. Di depan kelas murid-murid berkumpul, wajah-wajah asing menumpuk di depan jendela. Doni menghela napas berat. Sepertinya Andi harus menutup rapat-rapat harapannya, kali ini dia kesurupan terlalu cepat.

Didalam kelas, persisnya ditengah kerumunan murid, Doni mendengar teriakan manja, "AKU MAU SUSU!"

Sejenak Doni bimbang terhadap apa yang di dengarnya. Doni sudah lama mengenal Andi, dan sembilan tahun adalah waktu yang cukup untuk menganalisa secara utuh betapa cemprengnya suara sahabatnya. Dan ketika dia berhasil menembus kerumunan murid, ternyata bukan Andi, bukan sahabatnya.

Pertanyaan baru pun muncul : Di mana Andi berada? Doni sudah menelusuri hampir ke setiap sudut kelas, tapi nihil. Dia tak menemukan Andi. Fakta bahwa Andi bisa kesurupan kapan saja mendadak membuat nya takut, khawatir menemukan Andi kesurupan dengan gaya yang paling nyeleneh. Namun diambang pintu, terdengar suara gemertak yang mencurigakan, yang ternyata berasal dari Andi.

"Ngapain sembunyi di balik pintu?" tanya Doni.

"Anak dikelas kita kesurupan. Gue butuh tempat untuk berlindung," jelas Andi panik. "Kita harus memberi kesan baik, Don. Kali ini kita akan populer seutuhnya!"

Meskipun Doni kurang yakin bersembunyi di belakang pintu membantu Andi menghindari makhluk-makhluk yang ingin merasukinya, namun ketika melihat semangat Andi yang sangat besar, seketika aroma yang jarang muncul kecuali di saat-saat penuh keyakinan tercium. Yaitu bau harapan (atau bau ketek).

Kali ini mereka benar-benar satu pikiran. Mereka akan memulai awal yang baru. Rekam jejak mereka masih bersih. Mereka sepakat akan memberi kesan baik pada minggu pertama, memilih ekskul yang tepat pada minggu kedua, dan populer pada minggu ketiga. Begitulah rencananya.

Tetapi, mungkin mereka terlalu ambisius. Boro-boro memberi kesan baik pada minggu pertama, bahkan belum satu jam si Andi sudah bikin ulah. Hedeh.....

"Nama saya....." ujar Andi ragu-ragu saat memperkenalkan diri di depan kelas, "nama saya Lukman."

"Hai, Lukman," jawab seisi kelas, kecuali Doni. Dia tahu dia harus bertindak karena sahabatnya, Andi, lagi-lagi kesurupan.

Doni harus segera bertindak. Namun ketika dia berdiri, guru yang mengajar dikelasnya menegur, "hargai temennya dong! Dia lagi memperkenalkan diri. Kamu tinggal dimana, Lukman?"

Maka Andi, yang dirasuki Lukman, melanjutkan, "saya tinggal di pohon yang ada di belakang sekolah. Jadi, buat yang suka pipis sembarangan, apalagi kalau sampai pipis di pohon saya, siap-siap aja di kebiri."

********** tunggu Update-an Chapter 4 Selanjutnya ***********

 Daftar isi :
1    .      Kesurupan(chapter 1)
2    .      Kesurupan(chapter 2)
3    .      Kesurupan(chapter 3)
4    .      Kesurupan(chapter 4)
      .   Kesurupan(chapter 5)----(segera )

*Quote : "Setiap orang tak bisa memilih penampilannya sejak lahir. Jadi setiap orang harus bersyukur dan menjalani hidupnya masing-masing."

*Jika Anda menyukai artikel di Blog ini… atau buat Anda yang gak mau ketinggalan cerita menarik lainnya, yuk ikuti Fanspage facebook kami ‘Dreaming Galaxy ID’. Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via facebook, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman setiap ada artikel yang terbit di Blog Dreaming Galaxy.


#Jangan Biarkan Dirimu Membaca Sendiri­__-Bantu Share-__Berbagi Itu Indah Lho..#

Thank's for reading this article... ^_^

Share in Facebook

Yang Sedang Dibaca Orang-orang

Ikuti fanspage Dreaming Galaxy ID ^-^